Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut Survei LSI Denny JA, Mayoritas Pemilih Muslim Memilih PDI-P

Kompas.com - 05/03/2019, 16:00 WIB
Abba Gabrillin,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Hasil penelitian yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menunjukkan bahwa mayoritas pemilih muslim memilih PDI Perjuangan saat ditanya mengenai pilihan partai politik.

"PDI Perjuangan unggul di antara pemilih muslim," ujar peneliti LSI Ardian Sopa dalam jumpa pers di Kantor LSI Jakarta, Selasa (5/3/2019).

Dalam survei ini, LSI menggunakan simulasi kertas suara. Responden pemilih muslim sejumlah 87,8 persen diminta memberikan pilihannya pada partai atau calon anggota legislatif yang dipilih pada saat pemilu.

Baca juga: Survei LSI: Mayoritas Pemilih Muslim Nyatakan Indonesia Harus Khas karena Pancasila

Hasilnya, 26,0 persen responden memilih PDI Perjuangan. Kemudian, di posisi kedua ada Partai Gerindra dengan 13,8 persen responden.

Partai Golkar berada di posisi ketiga dengan pilihan 9,8 persen responden beragama islam. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dipilih 7,0 persen responden.

Kemudian, posisi kelima ditempati Partai Demokrat dengan 4,7 persen responden. Keenam, Partai Keadilan Sosial (PKS) dengan dipilih oleh 4,2 persen responden.

Baca juga: Survei LSI Denny JA: Mayoritas Pemilih Muslim dan Minoritas Menilai Kondisi Ekonomi Cukup Baik

Keenam, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dengan dipilih 3,9 persen responden. Kemudian, Partai Nasdem dipilih 3,8 persen responden.

Berikutnya, Partai Amanat Nasional (PAN) tempati urutan kedelapan dengan dipilih hanya 2,6 persen responden.

Selain itu, ada beberapa partai lain yang dipilih responden kurang dari 2,6 persen. Kemudian, ada 0,9 suara tidak sah, dan 18,3 persen responden yang menjawab tidak tahu, tidak menjawab atau belum memutuskan.

Baca juga: Tertinggi di Basis Massa Muslim, PDI-P Sebut karena Kampanyekan Jokowi-Maruf

Pengumpulan data dalam survei ini dilakukan pada 18 -25 Februari 2019. Penelitian ini menggunakan metode multistage random sampling, dengan melibatkan 1.200 responden.

Proses pengumpulan data dilakukan dengan wawancara tatap muka dan menggunakan kuesioner. Adapun, margin of error dalam penelitian ini lebih kurang 2,9 persen.

Peneliti menggunakan biaya sendiri dalam penelitian. Adapun, sumber dana tersebut berasal dari keuntungan jasa konsultan politik yang dilakukan di tingkat pemilihan daerah.

Kompas TV Munas Alim Ulama dan Konferensi Besar NU di Ponpes Miftahul Huda Al Banjar, Jawa Barat resmi ditutup, salah satu rekomendasi rapat pleno munas ulama yakni tidak menyebut kafir kepada nonmuslim. Menurut NUistilah kafir tidak dikenal dalam sistem kewarganegaraan pada suatu negara dan bangsa, maka setiap warga negara memiliki hak yang sama di mata hukum sehingga yang ada adalah nonmuslim bukan kafir. Munas alim ulama dan konferensi besar nu ini ditutup Wapres Jusuf Kalla.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com