JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla diminta membandingkan gaya kepemimpinan Presiden Soeharto, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dan Presiden Joko Widodo oleh salah seorang aparatur sipil negara (ASN).
Saat itu, di tengah pidatonya, Kalla tiba-tiba meminta para ASN yang berpangkat eselon menanyakan kepadanya soal kepemimpinan dan birokrasi.
"Anda sudah mendengarkan begitu banyak proses puluhan tahun di pemerintahaan. Karena itu saya ingin Anda bertanya kepada saya," ujar Kalla saat berpidato di acara Ikatan Alumni Pelatihan Kepemimpinan Nasional di Kantor Lembaga Administrasi Negara, Jakarta, Selasa (5/3/2019).
Salah seorang ASN lalu bertanya kepada Kalla perbandingan di antara gaya kepemimpinan Soeharto, SBY, dan Jokowi.
Baca juga: Kalla: Kalau Pak Jokowi Menang Tak Usah Khawatir, kalau yang Sebelah Saya Tidak Tahu
ASN tersebut menanyakan, di antara gaya kepemimpinan ketiganya, model mana yang terbaik untuk memimpin Indonesia lima tahun ke depan.
"Menurut Bapak dengan kondisi kebangsan yang ada sekarang dan kondisi global yang ada sekarang, kepemimpinan model siapa di antara tiga presisden kita yang terbaik memimpin negeri ini lima tahun ke depan?" tanya sang ASN kepada Kalla.
Para ASN dan pejabat pemerintahan yang hadir pun tertawa mendengar pertanyaan tersebut. Kalla lalu berseloroh dan menilai pertanyaan tersebut sulit untuk dijawab.
"Pertama pertanyaan susah ini. Siapa, Bapak Soeharto, Pak SBY, Pak Jokowi. Rupanya tidak ingin membicarakan Gus Dur dan Ibu Megawati ini," ujar Kalla lalu disambut tawa para ASN dan pejabat yang hadir di sana.
Kemudian, Kalla mengatakan, gaya kepemimpinan itu harus sesuai dengan zaman.
Kalla menyebutkan, Soeharto bisa berkuasa selama 32 tahun dan diawali dengan cara yang cukup demokratis. Awalnya, partai politik masih dibebaskan berpendapat.
Baca juga: Jenguk Ani Yudhoyono, Wapres Kalla Bertolak ke Singapura
Namun, kata Kalla, semua berubah setelah muncul pengelolaan negara yang monopolistik oleh pemerintah.
"Banyak terjadi nepotisme. Ada arena proyek-proyek maka terjadi krisis. Dalam kondisi seperti itu, Pak Harto lebih otoriter. Tapi memang tiga pemimpin di ASEAN hampir sama. Pak Harto, Mahathir (Mohamad), Lee Kuan Yew, dan juga (Ferdinand) Marcos di Filipina," ujar Kalla.
"Kita tahu mereka dekat, tapi dua (Mahathir dan Lee Kuan Yew) tidak melakukan nepotisme. Tapi tetap tidak sesuai dengan prinsip demokrasi yang terbuka," lanjut dia.
Sementara itu, sambung Kalla, SBY merupakan sosok yang demokratis.
Hal itu, kata Kalla, terlihat dari reformasi TNI yang dilakukan SBY. Padahal, kata Kalla, SBY berangkat dari latar belakang militer.