Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saling Tantang Wiranto-Kivlan Zen dan Momentum Penuntasan Kasus Kerusuhan 1998

Kompas.com - 28/02/2019, 06:15 WIB
Kristian Erdianto,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Tantangan melakukan sumpah pocong yang dilontarkan Menko Polhukam Wiranto kepada mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) Mayor Jenderal (Purn) Kivlan Zen menjadi polemik dan menuai tanggapan dari pegiat hak asasi manusia (HAM).

Mereka menilai, aksi saling serang di antara kedua jenderal itu justru menjadi momentum bagi pemerintah untuk menuntaskan kasus-kasus pelanggaran berat HAM, khususnya yang terjadi pada 1998.

Polemik ini bermula saat dalam sebuah diskusi, Senin (25/2/2019), Kivlan Zen menyebut Wiranto sebagai dalang kerusuhan 1998.

Wiranto pun membantah pernyataan Kivlan tersebut. Ia menantang Kivlan melakukan sumpah pocong.

Baca juga: Wiranto Tantang Prabowo dan Kivlan Zen Sumpah Pocong soal Dalang Kerusuhan 98

"Siapa sebenarnya dalang kerusuhan itu? Supaya terdengar di masyarakat, biar jelas masalahnya. Jangan asal menuduh saja," kata Wiranto.

Terkait hal itu, komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Choirul Anam, mengusulkan agar polemik antara Wiranto dan Kivlan Zen diselesaikan melalui mekanisme penegakan hukum.

Usulan ini disampaikan mengingat kasus kekerasan yang terjadi pada 1998, seperti kasus Mei 1998, Trisaksi, Semanggi I, dan Semanggi II, telah dinyatakan sebagai pelanggaran berat HAM oleh Komnas HAM.

"Perdebatan Pak Wiranto dan Pak Kivlan Zen mengenai apa yang terjadi pada 1998, baik terkait kasus Mei 98 maupun Trisakti, Semanggi I, dan II, siapa yang bertanggung jawab, lebih baik diletakkan dalam narasi penegakan hukum," ujar Anam kepasa Kompas.com, Rabu (27/2/2019).

Baca juga: Kivlan Zen Tantang Balik Wiranto Debat di TV soal Kerusuhan 1998

"Hal ini juga menyangkut bahwa kasus-kasus tersebut telah dinyatakan sebagai kasus pelanggaran HAM yang berat oleh Komnas HAM dan berkas perkaranya sudah ada di Jaksa Agung sejak beberapa tahun lalu," katanya.

Menurut Anam, ada beberapa mekanisme penegakan hukum yang dapat ditempuh.

Pertama, Wiranto dan Kivlan dapat menemui Jaksa Agung untuk memberikan keterangan serta kesaksian.

Kedua, memberikan keterangan kepada Komnas HAM meski pada akhirnya keterangan tersebut tetap akan dikirimkan kepada Jaksa Agung sebagai kasus pelanggaran berat HAM.

"Kami yakin kalau kedua tokoh tersebut meletakkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan akan melakukan hal tersebut, kecuali bila perdebatan yang telah muncul di publik ini hanya bagian dari narasi politik sesaat dalam momentum pilpers. Ini sangat disayangkan," kata Anam.

Mekanisme lain yang dapat dijalani, lanjut Anam, Jaksa Agung dapat memanggil kedua tokoh tersebut untuk memberikan keterangan.

Baca juga: Ditantang Balik Kivlan Zen, Wiranto Tak Mau Lagi Tanggapi soal Sumpah Pocong

Pemanggilan tersebut bertujuan untuk melengkapi berkas kasus yang telah dikirimkan oleh Komnas HAM.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com