Sementara itu, 10 kota teratas IKT 2018 adalah Singkawang (6.513) yang menempati posisi pertama, disusul Salatiga (6.477), Pematang Siantar (6.477), Manado (6.030), Ambon (5.960), Bekasi (5.890), Kupang (5.857), Tomohon (5.833), Binjai (5.830) dan Surabaya (5.823).
Jika dilihat dari hasil kajian Setara, tampaknya tak berbeda dengan data yang ditunjukkan oleh Social Progress Imperative, yang juga merilis laporan tahunan Social Progress Index, tetapi secara global.
Indeks tersebut dimaksudkan untuk melihat kualitas kemajuan sosial suatu negara. Penilaian dilakukan atas tiga faktor utama, yaitu basic human needs, foundations of wellbeing, dan opportunity. Ketiga faktor tersebut dijumlahkan dengan angka 100 sebagai nilai tertinggi.
Untuk melihat tingkat toleransi di Indonesia, komponen yang disorot adalah toleransi dan inklusi yang terdapat dalam faktor opportunity. Skor yang tercatat dari 2014 hingga 2017 menunjukkan tren yang cenderung meningkat.
Pada 2014, skor toleransi dan inklusi Indonesia adalah 27,90 dan naik pada 2015 menjadi 32,30. Namun, skor ini turun pada 2016 menjadi 29,57. Skor kembali naik menjadi 35,47 di tahun berikutnya, menempatkan Indonesia pada posisi 117 dari 128 negara di kategori tersebut.
Bila dirinci, komponen toleransi dan inklusi memiliki subkomponen, yaitu toleransi terhadap imigran, toleransi terhadap homoseksual, diskriminasi dan kekerasan terhadap minoritas, toleransi beragama, dan jaringan keamanan masyarakat.
Dari lima subkomponen tersebut, skor terendah ada pada toleransi beragama dengan nilai sebesar 2,0. Namun, unsur toleran dan tidak toleran termasuk dalam penilaian tentang bagaimana situasi politik dan demokrasi di suatu negara dilihat.
Karena masuk ke dalam ranah situasi politik dan demokrasi, maka kita juga bisa membandingkannya dengan laporan Democracy Index dari The Economist Intelligence Unit yang saya kira bisa sedikit membuka tabir mengapa kemunduran toleransi bisa terjadi.
Selidik demi selidik, kemunduran demokrasi di Indonesia, menurut The Economist Intelegence Unit, terjadi setelah Pilkada DKI Jakarta. Pilkada ini, sebagaimana kita pahami, sangat terkait dengan momen Gubernur Basuki Tjahaja Purnama dari kelompok minoritas yang dipidana dalam kasus penodaan agama.
Dari laporan tersebut, indeks demokrasi di Indonesia memperlihatkan tren menurun dari 2014 hingga 2017. Pada 2014, tercatat nilai indeks sebesar 6,95 dan naik menjadi 7,03 pada 2015. Angka terus turun menjadi 6,97 pada 2016 dan turun sangat signifikan di 2017 dengan skor 6,39.
Tren tersebut tak pelak membuat Indonesia menjadi negara dengan performa terburuk pada 2017, turun 20 peringkat dari ranking ke-48 menjadi 68 di tingkat global.
Jadi saya cukup yakin, pertama, sebagaimana diyakini oleh banyak pihak selama ini bahwa masyarakat Indonesia, apa pun latar belakangnya, memiliki kecendrungan toleransi yang cukup tinggi.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanKunjungi kanal-kanal Sonora.id
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.