BADAN Pusat Statistik (BPS) mencatat ada empat provinsi yang memiliki nilai tertinggi dalam Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) 2017. Keempat provinsi tersebut tergolong baik lantaran nilainya di atas 80.
Tidak ada provinsi yang memperoleh nilai IDI dengan kategori buruk. Sebaliknya, dari 34 provinsi ada empat provinsi yang berkategori baik.
Posisi pertama ditempati DKI Jakarta dengan nilai IDI sebesar 84,73. Selanjutnya, ada Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang memperoleh nilai sebesar 83,61, disusul dengan Kalimantan Utara dan Kepulauan Bangka Beliteung yang masing-masing mendapatkan nilai sebesar 81,06 dan 80,11.
Sementara itu, angka IDI di tingkat nasional pada 2017 rata-rata berada di level 72,11 dalam skala 0 sampai dengan 100. Capaian tersebut menunjukkan peningkatan secara year-on-year karena IDI tingkat nasional pada tahun 2016 tercatat sebesar 70,09.
Dengan capaian angka tersebut, secara sederhana bisa diartikan bahwa angka demokrasi di Indonesia berada di level sedang.
Tingkat capaian IDI mencakup ukuran pada pelaksanaan dan perkembangan tiga aspek demokrasi, yaitu kebebasan sipil, hak-hak demokrasi, dan lembaga demokrasi.
Demokrasi di tingkat nasional bisa dibilang baik apabila indeksnya berada di atas 80.
Sementara itu, sejumlah perubahan yang disebut memengaruhi angka IDI dari 2016 ke 2017 antara lain, kebebasan sipil yang naik 2,30 poin (dari 76,45 menjadi 78,75), hak-hak politik yang turun 3,48 poin (dari 70,11 menjadi 66,63), serta lembaga demokrasi yang naik 10,44 poin (dari 62,05 menjadi 72,49).
Memang, ada yang menilai hasil studi Setara Institute bersifat sepihak dan malah mempertanyakan keabsahannya, misalnya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Anies ketika itu menantang Setara untuk meninjau lebih dalam hasil riset tersebut. Bahkan Anies mencium ada pengaruh luar terhadap studi tersebut.
Kegundahan Anies tentu sangat bisa dipahami mengingat dari data tersebut, Jakarta dikategorikan sebagai salah satu kota dengan indeks terbawah.
Sepuluh kota yang masuk dalam daftar papan bawah indeks tersebut secara berurutan adalah Sabang (3.757), Medan (3.710), Makassar (3.637), Bogor (3.533), Depok (3.490), Padang (3.450), Cilegon (3.420), Jakarta (2.880), Banda Aceh (2.830), dan Tanjung Balai (2.817) yang menempati posisi terbawah.
Sementara itu, 10 kota teratas IKT 2018 adalah Singkawang (6.513) yang menempati posisi pertama, disusul Salatiga (6.477), Pematang Siantar (6.477), Manado (6.030), Ambon (5.960), Bekasi (5.890), Kupang (5.857), Tomohon (5.833), Binjai (5.830) dan Surabaya (5.823).
Jika dilihat dari hasil kajian Setara, tampaknya tak berbeda dengan data yang ditunjukkan oleh Social Progress Imperative, yang juga merilis laporan tahunan Social Progress Index, tetapi secara global.
Indeks tersebut dimaksudkan untuk melihat kualitas kemajuan sosial suatu negara. Penilaian dilakukan atas tiga faktor utama, yaitu basic human needs, foundations of wellbeing, dan opportunity. Ketiga faktor tersebut dijumlahkan dengan angka 100 sebagai nilai tertinggi.