Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tim Advokasi Kritik Penanganan Kasus RA oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional

Kompas.com - 03/02/2019, 16:42 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Dian Maharani

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Lokataru Foundation Haris Azhar mengkritik penanganan kasus dugaan pelecehan seksual yang dialami RA, pegawai kontrak di Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN)

Dugaan pelecehan seksual terhadap RA diduga dilakukan Anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan berinisial SAB.

"Kami menyayangkan tindakan DJSN yang tidak tegas dalam menangani kasus ini. Pada satu sisi, menerima laporan RA lalu menyelenggarakan pemeriksaan melalui sebuah panel. Namun, di sisi lain, DJSN tidak menyediakan informasi ke Presiden melalui Sekretariat Negara atas proses yang terjadi," kata Haris dalam konfetensi pers di kantor Lokataru Foundation, Jakarta, Minggu (3/2/2019).

Menurut Haris, Sekretariat Negara meneruskan surat permohonan pengunduran diri SAB. Kemudian Presiden Joko Widodo menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pemberhentian dengan Hormat Anggota Dewan Pengawas Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.

Baca juga: Laporkan RA ke Polisi, Eks Dewas BPJS Ketenagakerjaan Bantah Semua Tuduhan

DJSN, kata Haris, menghentikan proses penanganan kasus ini setelah keputusan tersebut diterbitkan.

Menurut Haris, RA juga telah mengirimkan laporan kepada Presiden melalui Sekretariat Negara. Namun, surat tersebut terkesan tidak diperhatikan.

"Keppres tersebut setelah diselidiki di dalam Setneg (Sekretariat Negara) tidak ada korespondensi dengan laporan yang dibuat (RA), jadi tidak digubris. Tapi justru suratnya SAB meminta pengunduran diri malah dijawab oleh Presiden lewat Keppres," kata dia.

Ia menyayangkan penerbitan Keppres tersebut yang dinilainya terlalu terburu-buru. Menurut Haris, seharusnya Presiden dan Setneg memahami persoalan yang terjadi secara utuh. Sehingga, ia melihat penerbitan Keppres tersebut tidak cermat.

"Kalaupun ingin dikeluarkan, harusnya melihat jauh tentang apa dan prosesnya bagaimana. Kan Presiden bisa menanyakan kenapa orang itu mau mengundurkan diri, kenapa mengundurkan diri hanya karena satu orang, siapa orang tersebut, harusnya dicari tahu, tapi ini tidak dilakukan cermat," papar dia.

Baca juga: RA Dilaporkan Cemarkan Nama Baik Anggota Dewas BPJS Ketenagakerjaan, Ini Kata Pengacara

Kejanggalan

Haris melihat ada sejumlah kejanggalan dalam penanganan kasus RA oleh DJSN ini. Pertama, DJSN menerima surat laporan RA tanggal 7 Desember 2018. Namun, DJSN menilai laporan tersebut perlu diperbaiki.

RA kemudian mengirimkan perbaikan laporannya dan diterima DJSN tanggal 26 Desember 2018. Akan tetapi, kata Haris, dalam pernyataan publiknya, salah satu anggota DJSN menyatakan laporan dari RA telah diterima tanggal 16 Desember.

"Jika surat sudah diterima dan dibaca, jelas hal ini merugikan pelapor (RA) yang seharusnya pembentukan tim panel dapat terbentuk tanggal 21 Desember 2018," kata Haris.

Kedua, DJSN menerima surat pengunduran diri SAB yang disusul pembentukan tim panel. Namun, DJSN telah menyampaikan rekomendasi ke Presiden untuk pemberhentian SAB.

"Aneh, DJSN seharusnya mengambil sikap secara tegas untuk tidak menyampaikan rekomendasi pengunduran diri SAB kepada Presiden. Mengingat yang bersangkutan sedang berperkara," papar Haris.

Baca juga: Anggota Dewas BPJS Ketenagakerjaan Laporkan Balik RA dan Ade Armando

Menurut Haris, sekalipun rekomendasi sudah diberikan ke Presiden, DJSN dapat menarik kembali surat tersebut. Kemudian bisa membuat surat kepada Presiden untuk membatalkan surat rekomendasi tersebut. Namun, kata Haris, DJSN tak melakukan langkah itu.

Ketiga, setelah Keppres keluar, DJSN memberhentikan proses penanganan oleh tim panel. Hingga saat ini, DJSN juga tak kunjung mengeluarkan hasil penanganan kasus ini.

"Apa produknya? Padahal amel (RA) sudah diperiksa, ibunya sudah dipanggil, SAB sudah dipanggil, saksi lain sudah dipanggil, tapi kenapa laporannya enggak keluar. Yang keluar justru Keppres yang memberhentikan SAB, dan seolah-olah SAB ini tidak ada salahnya sedikit pun," ujar Haris.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com