Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM Belum Terima Respons Kejagung soal Laporan Kasus Pembunuhan Dukun Santet Tahun 1998-1999

Kompas.com - 17/01/2019, 07:30 WIB
Devina Halim,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) belum mendapatkan respons dari Kejaksaan Agung (Kejagung) setelah mereka menyerahkan laporan penyelidikan pembunuhan berkedok dukun santet di Jawa Timur pada tahun 1998-1999.

Komnas HAM menyerahkan laporan penyelidikan kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu tersebut pada 14 November 2018.

"Yang dukun santet kami kirimkan November, sampai saat ini belum ada respons," ujar Mohammad Choirul Anam, Wakil Ketua Tim Penyelidikan kasus tersebut, saat ditemui di Hotel Sari Pacific, Jakarta Pusat, Rabu (16/1/2019).

Baca juga: Komnas HAM Duga Pelaku Pembunuhan Dukun Santet Tahun 1998-1999 Orang Terlatih

Ia pun mengharapkan Kejagung segera memberi tanggapan mengingat urgensi dan skala kasus tersebut.

Peristiwa yang terjadi di Banyuwangi, Jember, dan Malang, Jawa Timur, tersebut menelan ratusan korban jiwa. Berdasarkan data Komnas HAM, terdapat 194 korban jiwa di Banyuwangi, 108 korban di Jember, dan 7 orang di Malang.

Choirul menjelaskan, peristiwa pembunuhan tersebut dikategorikan penting dan terencana karena ada pemilihan, mulai dari korban dan isu-isu yang meresahkan masyarakat.

Baca juga: Rekomendasi Komnas HAM kepada Presiden Jokowi terkait Kasus Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999

Selain itu, katanya, klasifikasi pelaku sudah jelas terbaca beserta modus yang digunakan pun berulang dan terencana.

"Kasus itu kasus penting, tipologi jelas siapa melakukan kekerasan, korban dipilih, pengalihan isu juga dipilih, karakteristik peristiwa juga sangat terencana," jelasnya.

"Awalnya isunya dukun santet, geser ke penyerangan ulama, geser ke ninja, dan terakhir ditutup dengan orang gila. Dan terjadi di seluruh Jatim," sambung Choirul.

Penyelidikan kasus yang terjadi di Banyuwangi, Jember, dan Malang tersebut telah dilakukan sejak tahun 2015.

Baca juga: Komnas HAM Serahkan Laporan Kasus Pembunuhan Dukun Santet Tahun 1998-1999 ke Kejagung

Dalam laporannya, Komnas HAM menjabarkan penemuan mereka terkait pola kejadian. Dimulai dengan unsur pra-kejadian yaitu berkembangnya isu tentang etnis China dan isu tentara yang berada di daerah tersebut.

Selain itu, mereka juga menemukan adanya radiogram dari Bupati Banyuwangi kala itu terkait daftar orang yang diduga sebagai dukun santet.

Unsur lainnya adalah adanya massa sebagai para pelaku, muncul orang asing di daerah itu, tanda-tanda di rumah milik target, hingga eskalasi isu yang mulai menyasar ninja dan orang gila.

Baca juga: Komnas HAM Ungkap Hasil Penyelidikan Kasus Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999

Pada pihak aparat, Komnas HAM juga menemukan adanya pembiaran karena lambatnya tindakan aparat padahal memiliki informasi terkait situasi di lapangan.

Atas temuan tersebut, Komnas HAM menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menduga kasus tersebut sebagai bentuk pelanggaran HAM berat.

Bukti permulaan tersebut yaitu terdapat dua tindakan kejahatan, yaitu pembunuhan dan penganiayaan.

Kompas TV Di Jember, Jawa Timur, seorang nenek yang diduga dukun santet dibunuh sejumlah orang tidak dikenal.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

Nasional
Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Nasional
Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Nasional
Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Nasional
Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Nasional
Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Nasional
Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Nasional
Hanya Ada 2 'Supplier' Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Hanya Ada 2 "Supplier" Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Nasional
Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Nasional
KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

Nasional
Pabrik Bata Tutup, Jokowi: Usaha Itu Naik Turun, karena Efisiensi atau Kalah Saing

Pabrik Bata Tutup, Jokowi: Usaha Itu Naik Turun, karena Efisiensi atau Kalah Saing

Nasional
KPU Ungkap Formulir C.Hasil Pileg 2024 Paniai Dibawa Lari KPPS

KPU Ungkap Formulir C.Hasil Pileg 2024 Paniai Dibawa Lari KPPS

Nasional
Soal 'Presidential Club' Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Soal "Presidential Club" Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Nasional
KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

Nasional
KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com