Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 21/11/2016, 06:58 WIB

JAKARTA, KOMPAS - Zaman boleh saja kian modern, peralatan semakin canggih seiring perkembangan teknologi terkini. Namun, hal itu tidak menepiskan adanya fenomena perdukunan dan santet di masyarakat. Sebagian pihak memandang perlu adanya pengaturan santet dalam hukum positif Indonesia dengan memasukkannya sebagai delik dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Akhirnya, setelah melalui pro dan kontra yang panjang, Kamis (17/11), Panitia Kerja Rancangan KUHP yang terdiri dari perwakilan DPR dan pemerintah menyetujui masuknya pasal santet tersebut dalam R-KUHP. Regulasi yang mengatur tentang kekuatan supranatural itu terdapat dalam Pasal 295 draf RUU yang disusun pemerintah.

Pro dan kontra delik santet sudah muncul sejak 1990-an ketika tim revisi KUHP di Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) bekerja. Pihak yang kontra delik santet mempersoalkan sulitnya pembuktian. Meski sempat memancing perdebatan pada medio 2013, delik itu tetap ada di draf R-KUHP.

Pasal 295 R-KUHP mengatur, setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, penderitaan mental, atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Ayat kedua berbunyi, jika pembuat tindak pidana sebagaimana dimaksud itu melakukan perbuatan untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencarian atau kebiasaan, pidananya dapat ditambah dengan sepertiga.

Dibandingkan dengan yang terdapat di KUHP yang berlaku saat ini dan belum pernah direvisi, pasal yang hampir mirip pasal santet terdapat dalam Pasal 546 KUHP. Pasal 546 itu berbunyi, barang siapa menjual, menawarkan, menyerahkan, membagikan, atau mempunyai persediaan untuk dijual atau dibagikan jimat atau benda yang memiliki kekuatan gaib, diancam pidana 3 bulan kurungan dan denda maksimal Rp 4.500.

Pidana tersebut juga berlaku untuk orang yang mengajar ilmu kesaktian dan bertujuan menimbulkan kepercayaan bahwa yang bersangkutan melakukan perbuatan pidana, tetapi tanpa kemungkinan bahaya bagi diri sendiri.

Santet bukan merupakan kata yang asing di telinga masyarakat Indonesia. Santet, atau juga dikenal sebagai sihir, adalah perbuatan dengan menggunakan kekuatan gaib. Sering juga, santet disebut dengan istilah "guna-guna". Santet biasanya melibatkan munculnya kematian yang tidak wajar, tiba-tiba, kerugian, atau penyakit yang tidak jelas penyebabnya.

Litbang Kompas pernah melakukan jajak pendapat pada April 2014 yang mengungkap, hampir separuh responden mengatakan percaya eksistensi santet di tengah masyarakat. Setidaknya, 48,6 persen responden dari 798 orang berusia minimal 17 tahun di 12 kota besar di Indonesia menyatakan percaya adanya santet. Yang tidak percaya jumlahnya lebih sedikit, yakni 44,1 persen.

Pengakuan mengenai keberadaan santet di era modern ini dikemukakan responden dari segala lapisan jenjang pendidikan. Dari kalangan yang berpendidikan sekolah menengah atas hingga perguruan tinggi, sebanyak 52,3 persen, masih memercayai santet. Sementara di antara mereka yang berlatar belakang sekolah menengah pertama ke bawah sekitar 32 persen yang percaya santet.

Pembuktian

Dalam rapat Panja R-KUHP, Kamis lalu, pemerintah beralasan, pasal santet kembali dimunculkan untuk mencegah adanya aksi main hakim sendiri dan untuk menjaga keharmonisan dalam beragama. Yang dipidanakan, ujar Ketua Tim Perumus R-KUHP Muladi, bukan santetnya, tetapi tindakan menawarkan untuk melakukan tindak pidana dan mencederai orang lain dengan klaim kekuatan gaib.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

Nasional
Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Nasional
Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Nasional
Menerka Nasib 'Amicus Curiae' di Tangan Hakim MK

Menerka Nasib "Amicus Curiae" di Tangan Hakim MK

Nasional
Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

Nasional
Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Nasional
Sejauh Mana 'Amicus Curiae' Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Sejauh Mana "Amicus Curiae" Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Nasional
Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Nasional
TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

Nasional
Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Nasional
Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Nasional
Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 'Amicus Curiae'

Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 "Amicus Curiae"

Nasional
Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangi Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangi Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Nasional
Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com