Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kaleidoskop 2018: Mereka yang Tersudutkan oleh Hukum

Kompas.com - 29/12/2018, 09:48 WIB
Devina Halim,
Farid Assifa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Publik berbondong-bondong membela Baiq Nuril ketika ia dinyatakan bersalah oleh Mahkamah Agung (MA) atas dakwaan melanggar Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE.

Padahal, Nuril, mantan pegawai honoror SMA Negeri 7 Mataram, merupakan korban pelecehan seksual oleh atasannya.

Unjuk rasa hingga membuat petisi dilakukan untuk memberikan dukungan kepada Nuril. Hingga Presiden Joko Widodo pun turut angkat bicara dan mendukung Nuril atas kriminalisasi yang ia hadapi.

Selain Baiq Nuril, Kompas.com mencatat, terdapat beberapa orang yang juga disudutkan oleh hukum, berikut rangkumannya:

1. Baiq Nuril

Kasus Nuril berawal tahun 2012. Saat itu Nuril, yang masih bekerja menjadi pegawai honorer di SMAN 7 Mataram, kerap mendapat telepon dari atasannya yang bercerita soal hubungannya dengan wanita lain. Padahal, saat itu Nuril sudah berumah tangga dan memiliki tiga orang anak.

Oleh teman-temannya, Nuril sempat diisukan memiliki hubungan spesial dengan atasannya, tetapi hal tersebut ditampik Nuril.

Hingga akhirnya Nuril merekam pembicaraan telepon atasannya saat menceritakan masalah hubungan intimnya dengan wanita lain.

Setelah rekaman tersebut tersebar luas, Nuril dilaporkan oleh atasannya dengan menggunakan UU ITE.

Pada pertengahan 2017, PN Mataram telah membebaskan Baiq Nuril dari dakwaan menyebarkan rekaman percakapan yang menyebabkan pencemaran nama baik.

Baca juga: 5 Fakta Baru Kasus Baiq Nuril, Komentar Eks Kepala SMA Muslim hingga Imbauan Menkominfo

Namun, putusan bersalah yang dijatuhkan MA atas dakwaan melanggar UU ITE membatalkan vonis bebas PN Mataram kepada Nuril. MA menjatuhkan vonis bersalah tersebut pada 26 September 2018.

Oleh karena itu, Nuril pun melawan balik. Pada Bulan November 2018, Baiq Nuril dan kuasa hukumnya sudah melaporkan Muslim, mantan kepala SMA 7 Matatam, ke Polda Nusa Tenggara Barat.

Muslim dilaporkan berdasarkan Pasal 294 KUHP terkait dengan perbuatan cabul antara atasan dan bawahan.

2. Basuki Wasis

Basuki Wasis merupakan pengajar Fakultas Kehutanan dari Institut Pertanian Bogor (IPB). Basuki digugat perdata oleh terdakwa korupsi Gubernur Sulawesi Tenggara nonaktif Nur Alam, pada 16 April 2018.

Saat itu, Basuki diminta oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk meneliti kerusakan lingkungan di area pertambangan nikel PT Anugrah Harisma Barakah (AHB) di Pulau Kabaena, Sulawesi Tenggara.

Selain itu, dia juga diminta menghitung kerugian negara akibat kerusakan lingkungan akibat kegiatan pertambangan nikel perusahaan tersebut.

Baca juga: KPK Harap Hakim Tolak Gugatan Nur Alam terhadap Ahli Lingkungan Basuki Wasis

Penelitian dilakukan Basuki bersama timnya sejak Mei 2016, atau pada saat KPK masih melakukan penyelidikan dalam kasus korupsi Nur Alam.

Hasilnya, kerugian negara yang disebabkan kegiatan pertambangan itu ditaksir sebesar Rp 2,7 triliun.

Merasa keberatan dengan keterangan yang diberikan Basuki selama persidangan, Nur Alam pun menggugat aktivis lingkungan tersebut.

3. Bambang Hero

Tak hanya Basuki Wasis, pakar kehutanan Bambang Hero yang juga seorang Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), digugat saat dia menjadi saksi ahli.

Ia diminta menjadi saksi ahli dalam kasus pembakaran hutan yang dilakukan PT Jatim Jaya Perkasa (JJP).

Pada saat itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) meminta Bambang untuk menghitung kerugian negara atas kebakaran hutan di Riau yang disebabkan perusahaan tersebut pada tahun 2013.

Kasus itu kemudian dimenangkan oleh KLHK. Pihak perusahaan dinyatakan bersalah dan dihukum denda Rp 1 miliar.

Baca juga: Kronologi Guru Besar IPB Digugat Rp 510 Miliar hingga Munculnya Petisi Bela Prof Bambang, Ini Faktanya

Merasa keberatan dengan keterangan yang disampaikan Bambang, PT JJP pun menggugat balik sang saksi ahli hingga Rp 500 miliar lebih.

Kemudian, PT JJP mencabut gugatan. Pihak perusahaan berdalih, ada sejumlah dokumen pembuktian yang harus diperbaiki dalam perkara itu.

Pengadilan Negeri (PN) Cibinong mengabulkan pencabutan gugatan yang diajukan PT JJP terhadap Bambang pada 24 Oktober 2018.

Dengan dicabutnya gugatan tersebut, artinya perkara itu kembali ke nol. Dengan kata lain, lanjut dia, pakar kehutanan itu untuk sementara terbebas dari segala tuntutan, termasuk gugatan biaya ganti rugi sebesar Rp 510 miliar.

"Saya tekankan 'sementara' karena posisinya baru pencabutan. Kalau suatu saat nanti masuk lagi itu hak dia (PT JJP). Tapi untuk sementara, kasus ini selesai di sini," tutur Bambang di PN Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Rabu (24/10/2018).

4. Budi Pego

Heri Budiawan atau yang dikenal Budi Pego merupakan aktivis lingkungan yang menolak penambangan emas di wilayah Tumpang Pitu, Banyuwangi.

Heri dituduh menyebarkan paham komunisme. Lalu, pada Januari 2018, ia divonis 10 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Banyuwangi karena dianggap mengancam keamanan negara. Kemudian, ia mengajukan banding.

Majelis hakim pada Pengadilan Tinggi Surabaya menguatkan vonis 10 bulan penjara yang dijatuhkan hakim PN Banyuwangi. Heri dianggap bersalah menyebarkan paham komunisme.

Setelah itu, ia pun mengajukan kasasi ke MA. Putusan MA yang menurut Heri keluar pada 16 Oktober 2018 silam, memperberat hukumannya menjadi 4 tahun penjara.

Baca juga: Komnas HAM Dukung Upaya Hukum Budi Pego, Aktivis yang Dituding Komunis

Padahal, ia merasa sama sekali tak pernah membawa atau membuat spanduk yang memuat logo komunisme tersebut saat unjuk rasa.

Sebab, pembuatan spanduk-spanduk unjuk rasa telah diawasi dan dikawal bersama sejak awal oleh sejumlah aparat kepolisian, TNI, dan jurnalis yang meliput aksi itu.

Heri juga menyoroti bukti yang dihadirkan dalam persidangan sebelumnya berupa foto sejumlah orang memegang spanduk yang diduga memuat logo palu arit tersebut. Oleh karena itu, ia pun menilai ada kejanggalan dalam kasusnya.

"Di foto itu yang megang juga enggak diproses. Justru saya nyentuh enggak, megang juga enggak, malah saya diproses. Mereka yang megang enggak diproses, kayaknya saya aja yang cuma diburu biar saya enggak melawan tambang lagi," kata Heri di kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat (14/12/2018).

Langkah berikutnya yang akan ia ambil adalah mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan tersebut.

5. Gadis berinisial WA di Jambi

Seorang gadis berinisial WA (15) di Jambi merupakan korban pelecehan seksual yang dilakukan kakaknya sendiri, AR (18). Kasus tersebut telah bergulir di Pengadilan Batanghari, Jambi, sejak Juli 2018.

WA kemudian divonis 6 bulan penjara di Lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak Sungai Buluh, Muara Bulian, Kabupaten Batanghari, Jambi, karena mengaborsi kandungan hasil persetubuhan dengan pelaku.

Baca juga: Aksi Solidaritas untuk Korban Pemerkosaan yang Dibui di Jambi

WA ditahan karena melakukan aborsi dengan jeratan Pasal 77 A ayat 1 juncto Pasal 45A UU Nomor 35 Tahun 2014, tentang perubahan UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Korban sudah berada di rumah aman. Kasusnya pun sudah ditangguhkan dan kuasa hukum sedang meminta banding dan menunggu putusan pengadilan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Nasional
Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Nasional
Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nasional
Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Nasional
Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Nasional
Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Nasional
[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

Nasional
Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Nasional
Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com