Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kaleidoskop 2018: Catatan Korupsi yang Menjerat Wakil Rakyat

Kompas.com - 27/12/2018, 18:02 WIB
Jessi Carina,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tahun 2018 diwarnai dengan tangkap tangan dan penetapan tersangka korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Sasarannya ada di berbagai lembaga, termasuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), tempat berkumpulnya para wakil rakyat.

Selama 2018, KPK telah menetapkan beberapa anggota hingga Pimpinan DPR sebagai tersangka.

Berikut nama-nama wakil rakyat yang terjerat kasus korupsi sepanjang tahun ini:

1. Fayakhun Andriadi

Anggota Komisi I DPR Fayakhun Andriadi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (16/8/2018).KOMPAS.com/ABBA GABRILLIN Anggota Komisi I DPR Fayakhun Andriadi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (16/8/2018).
Pada Februari 2018, anggota Komisi I DPR Fayakhun Andriadi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI.

Fayakhun diduga menerima suap berupa hadiah atau janji yang terkait dengan jabatannya.

Dugaan suap itu diduga merupakan fee atas jasa Fayakhun dalam memuluskan anggaran pengadaan satelit monitoring di Bakamla pada APBN-P tahun anggaran 2016.

Seiring dengan perjalanan kasusnya, Fayakhun mengembalikan uang yang diduga berasal dari hasil korupsi kepada negara sebesar Rp 2 miliar. KPK mengonfirmasi pengembalian uang itu pada 16 Juli 2018.

Baca juga: Hakim Tolak Permohonan Justice Collaborator Fayakhun Andriadi

Pada November, Fayakhun akhirnya menghadapi vonis. Politisi Partai Golkar itu divonis 8 tahun penjara oleh majelis hakim. Dia juga dihukum membayar denda sebesar Rp 1 miliar subsider 4 bulan kurungan.

Dalam persidangan, Fayakhun terbukti menerima suap sebesar 911.480 dollar Amerika Serikat dari Direktur Utama PT Merial Esa, Fahmi Darmawansyah. Perusahaan tersebut merupakan rekanan Bakamla yang akan mengerjakan proyek pengadaan satelit itu.

Fahmi menyuap Fayakhun agar anggaran Bakamla bisa ditambah dalam APBN-P 2016.

Sementara itu pada April 2016, Fayakhun sempat bertemu dengan Ali Fahmi Habsyi yang mengaku sebagai staf khusus Kepala Bakamla.

Baca juga: Hakim Cabut Hak Politik Fayakhun Andriadi

Ali juga meminta Fayakhun mengupayakan usulan penambahan anggaran untuk Bakamla.

Ali Fahmi kemudian menjanjikan fee sebesar 6 persen dari nilai proyek untuk Fayakhun.

Kemudian, Fayakhun mengabarkan Fahmi Dharmawansyah bahwa anggota Komisi I DPR merespons positif pengajuan tambahan anggaran itu. Dia juga akan mengawal usulan ini agar disahkan dalam APBN-P 2016 untuk proyek di Bakamla.

Untuk mengawal anggaran itu, Fayakhun meminta komitmen fee dari Fahmi.

Fayakhun selanjutnya meminta tambahan komitmen fee 1 persen untuk dirinya dari nilai fee sebelumnya sebesar 6 persen. Sehingga, total fee yang harus disiapkan menjadi sebesar 7 persen dari nilai proyek itu pada Mei 2016.

2. Amin Santono

Anggota Komisi IX DPR Fraksi Partai Demokrat, Amin Santono, mengenakan rompi tahanan KPK usai menjalani pemeriksaan pasca-operasi tangkap tangan di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (6/5/2018) dini hari. KPK menetapkan Amin Santono bersama tiga orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji mengenai usulan dana perimbangan keuangan daerah pada RAPBN Perubahan 2018.ANTARA FOTO/INDRIANTO EKO SUWARS Anggota Komisi IX DPR Fraksi Partai Demokrat, Amin Santono, mengenakan rompi tahanan KPK usai menjalani pemeriksaan pasca-operasi tangkap tangan di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (6/5/2018) dini hari. KPK menetapkan Amin Santono bersama tiga orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji mengenai usulan dana perimbangan keuangan daerah pada RAPBN Perubahan 2018.
Amin Santono ditetapkan sebagai tersangka pada Mei 2018. KPK melakukan tangkap tangan terhadap mantan anggota Komisi IX DPR itu bersama beberapa orang lain.

Beberapa yang ditangkap bersama Amin adalah Eka Kamaludin selaku pihak swasta atau perantara, Yaya Purnomo selaku Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Permikiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan dan Ahmad Ghaist selaku swasta atau kontraktor.

Operasi Tangkap Tangan dilakukan KPK setelah mendapat informasi adanya pertemuan antara Amin, Eka, Yaya, dan Ahmad di sebuah restoran Bandar Udara Halim Perdanakusuma.

Baca juga: Soal Uang Rp 1,2 Miliar untuk Pemenangan Pilkada, Ini Keterangan Anak Amin Santono

Dalam kejadian itu, KPK menduga terjadi penyerahan uang dari Ahmad kepada Amin sebesar Rp 400 juta.

Tim penyidik KPK menemukan uang tersebut saat menghentikan mobil Amin saat keluar dari area bandara.

Pada September 2018, sidang dakwaan terhadap Amin dilakukan.

Dia didakwa menerima suap Rp 3,3 miliar dari Kepala Dinas Bina Marga Kabupaten Lampung Tengah Taufik Rahman dan Direktur CV Iwan Binangkit, Ahmad Ghiast.

Uang tersebut diberikan agar Amin mengupayakan Kabupaten Lampung Tengah mendapat anggaran dari Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Insentif Daerah (DID) dari APBN 2018.

Baca juga: Cerita Sopir saat Amin Santono Terjaring OTT KPK

Politisi Partai Demokrat itu meminta fee sebesar 7 persen dari tiap total anggaran yang akan diterima pemerintah daerah.

Belakangan diketahui bahwa uang hasil korupsi itu digunakan untuk biaya pemenangan anak Amin, Yosa Octora Santono, yang mengikuti Pilkada Kabupaten Kuningan.

Sampai saat ini, proses persidangan Amin Santono masih bergulir.

Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih usai menghadiri persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (26/12/2018).DYLAN APRIALDO RACHMAN/KOMPAS.com Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih usai menghadiri persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (26/12/2018).

3. Eni Maulani

Pada Juli 2018, KPK lagi-lagi melakukan OTT terhadap anggota DPR. Kali ini targetnya adalah mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih.

Politisi Partai Golkar itu ditangkap di rumah dinas Menteri Sosial Idrus Marham, kawasan Widya Chandra, Jakarta Selatan.

Satu hari setelah penangkapan, KPK menetapkan Eni sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait proyek pembangkit listrik 35 ribu megawatt.

Dalam persidangan, Eni didakwa menerima suap Rp 4,7 miliar dari Johannes Budisutrisno Kotjo selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd.

Baca juga: Saksi Mengaku Tak Tahu soal Pemberian Uang kepada Eni Maulani Saragih

Uang tersebut diberikan agar Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1.

Selain itu, Eni juga didakwa menerima gratifikasi Rp 5,6 miliar dan 40.000 dollar Singapura. Gratifikasi pertama diberikan Direktur PT Smelting Prihadi Santoso sebesar Rp 250 juta.

Dengan uang itu, Prihadi meminta Eni memfasilitasi pertemuan dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan agar PT Smelting bisa impor limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3).

Gratifikasi berikutnya dari Direktur PT One Connect Indonesia (OCI) Herwin Tanuwidjaja sebesar 40.000 dollar Singapura dan Rp 100 juta.

Baca juga: Staf Ahli Eni Maulani Mengaku Terima Uang Sebanyak 4 Kali dari Sekretaris Johannes Kotjo

Eni meminta uang itu atas jasanya membantu Herwin dan Prihadi bertemu dengan Kementerian LHK.

Gratifikasi ketiga diterima dari pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal, Samin Tan, sebesar Rp 5 miliar.

Uang itu agar Eni membantu masalah pemutusan perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara Generasi 3 di Kalimantan Tengah.

Terakhir, Eni juga menerima gratifikasi dari Presiden Direktur PT Isargas, Iswan Ibrahim, sebesar Rp 250 juta.

Eni meminta uang itu untuk kebutuhan suaminya yang maju dalam pemilihan kepala daerah.

4. Taufik Kurniawan

Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (21/11/2018)DYLAN APRIALDO RACHMAN/KOMPAS.com Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (21/11/2018)
Terakhir, KPK menetapkan satu orang pimpinan DPR yaitu Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan sebagai tersangka.

Penetapan ini merupakan hasil pengembangan KPK dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah.

Taufik diduga menerima hadiah atau janji terkait dengan perolehan anggaran DAK fisik pada perubahan APBN Tahun Anggaran 2016.

Baca juga: Beda Pernyataan Pimpinan DPR dan Ketum PAN soal Surat Pergantian Taufik Kurniawan

Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Taufik sempat "menghilang". Dia tidak tampak di kompleks parlemen dan tidak memenuhi panggilan pemeriksaan oleh KPK sebanyak dua kali.

Ia akhirnya muncul memenuhi panggilan pemeriksaansebagai tersangka oleh KPK pada 2 November 2018. Setelah pemeriksaan itu, Taufik langsung ditahan.

Mengenai kasusnya, Taufik diduga terlibat dalam korupsi DAK Kabupaten Kebumen.

Setelah dilantik sebagai Bupati Kebumen, M Yahya Fuad diduga melakukan pendekatan pada sejumlah pihak termasuk Taufik untuk mengurus anggaran DAK Kabupaten Kebumen.

Pendekatan itu dilakukan mengingat posisi Taufik yang menjadi anggota sekaligus pimpinan DPR.

Baca juga: KPK Perpanjang Masa Penahanan Taufik Kurniawan

Saat itu ada rencana alokasi DAK senilai Rp 100 miliar. Diduga, pengurusan DAK ini mematok fee sekitar 5 persen dari nilai total anggaran DAK yang akan dialokasikan untuk Kabupaten Kebumen.

Dalam pengesahan APBN perubahan tahun 2016, Kabupaten Kebumen mendapatkan alokasi DAK tambahan sekitar Rp 93,37 miliar.

DAK itu rencananya akan digunakan untuk pembangunan jalan dan jembatan di Kebumen.

Melalui penyerahan fee yang sudah dilakukan bertahap, Taufik diduga menerima sekitar Rp 3,65 miliar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Nasional
Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal 'Food Estate'

Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal "Food Estate"

Nasional
Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Nasional
Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Nasional
Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Nasional
PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

Nasional
PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

Nasional
Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Nasional
Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Nasional
Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com