"Saya sebagai perwakilan keluarga Wiji Thukul dan Ikatan Orang Hilang, sudah mendatangi ke PBB dan ke Swiss untuk melaporkan kembali masalah yang sama. Dan yang membuat saya menyesal itu hanya beberapa minggu sebelum SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) lengser, dan itu tidak ada gunanya, karena yang dapat (pertanggungjawaban) nanti presiden selanjutnya," ujar Wani.
Baca juga: Saat Wiji Thukul "Kembali" Melantunkan Puisinya di Solo...
Menilik usahanya dalam mencari keadilan hingga ke ranah PBB dan Swiss, Wani merasa keluarga korban pelanggaran HAM di masa lalu dipermainkan oleh pihak tertentu.
"Saya nggak tahu itu permainan apa, dan saya tidak mau menyiksa diri juga dengan ekspektasi," ujar Wani.
Kemudian, ia memutuskan untuk membuat tato di jari tengahnya yang bertuliskan "Hope is a Destroyer".
Tato ini merupakan simbol bahwa dia benar-benar sudah muak dengan permainan negara terhadap keluarganya.
"Pengalaman nyata dari negara yang diberikan ke keluarga kami, yang mempermainkan harapan kami. Siapa pun pejabatnya, siapa pun LSM-nya, siapa pun pendampingnya, untuk tidak membuat kami semakin baik, tapi semakin hancur," ujar Wani.
Meskipun keluarga Wiji Thukul sudah mengalami banyak pertanyaan mengenai tanggapan apa yang terjadi dengan Wiji Thukul, namun mereka memilih untuk menitipkan kasus ini pada masyarakat umum.
Wani juga mengungkapkan, keyakinannya bahwa yang diperjuangkan ayahnya adalah kebenaran.
"Mungkin ada harapan dari kami kepada mereka yang netral, seperti Anda semua, dalam arti energi. Energi kami sudah habis disedot masa lalu, masalah yang tidak jelas juga," ujar Wani.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.