Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putri Wiji Thukul Kini Tak Mau Lagi Menyimpan Ekspektasi...

Kompas.com - 17/12/2018, 16:13 WIB
Retia Kartika Dewi,
Bayu Galih

Tim Redaksi

SOLO, KOMPAS.com - Sudah dua dekade sejak aktivis demokrasi Wiji Thukul "dihilangkan" akibat sikap politiknya yang kerap mengkritik rezim Orde Baru di bawah pimpinan Presiden Soeharto.

Hingga kini, penanganan kasus hilangnya Wiji Thukul dan sejumlah aktivis demokrasi pada periode 1996-1998 tak jua menemui kejelasan meski presiden berganti lima kali, dari Habibie hingga Joko Widodo.

Wiji Thukul meninggalkan seorang istri bernama Siti Dyah Sujirah (Sipon), dan dua orang anak, Fitri Nganthi Wani dan Fajar Merah. Selama 20 tahun tersebut, keluarga tetap berharap ada penyelesaian terhadap kasus yang menimpa Wiji Thukul.

Dalam film dokumenter Nyanyian Akar Rumput (2018) garapan sutradara Yuda Kurniawan, Sipon pernah memiliki harapan akan penyelesaian kasus menghilangnya Wiji Thukul saat Pemilihan Presiden 2014.

Apalagi, menurut Sipon, Joko Widodo yang saat itu menjadi calon presiden dianggap piawai dalam mengurus Kota Solo sewaktu menjabat wali kota.

"Waktu Jokowi terpilih sebagai presiden, saya berharap semoga PR-PR (pekerjaan rumah) dari presiden sebelumnya bisa terselesaikan, terutama kasus penghilangan Thukul," ujar Sipon dalam diskusi film Nyanyian Akar Rumput, akhir pekan lalu (15/12/2018).

Namun, harapan itu perlahan pupus. Keluarga Wiji Thukul mulai enggan berharap pada negara atau proses politik yang berjalan.

Putri Wiji Thukul, Fitri Nganthi Wani, hanya menuntut Presiden Jokowi menuntaskan janji yang diucapkan saat kampanye Pemilihan Presiden 2014.

"Kami menuntut keadilan dan janji-janji yang diucapkan oleh presiden. Saya sudah lelah dengan harapan. Harapan bagi saya itu racun," ujar Wani dalam diskusi itu.

"Tentu saja 20 tahun bukan waktu yang singkat, dan banyak sekali pelajaran kami dapatkan dari kejadian ini, dan saya sebut sebagai olahrasa," kata dia.

Baca juga: 4 Tahun Presiden Jokowi, Janji Penyelesaian Pelanggaran HAM Masa Lalu yang Masih Gelap

Saat salah satu peserta diskusi bertanya, apakah Wani masih berharap Pemilu 2019 akan memberi jalan terhadap penuntasan kasus pelanggaran HAM di masa lalu, Wani bersikap tegas.

Dia tak mau lagi berekspektasi atau menggantungkan harapan kepada proses politik, sebab para politisi hanya bisa berjanji dan tak pernah memberikan kepastian.

"Saya anggap bahwa ekspektasi itu racun. Membiasakan diri untuk berekspektasi, apalagi itu yang berhubungan dengan masa lalu, berhubungan dengan orang yang tidak jelas, itu sesuatu sesuatu yang sangat beracun," ujar Wani.

Menurut Wani, pemahaman itu membentuk dirinya menjadi orang yang tidak suka menyiksa diri dengan ekspektasi. Dia pun mencetuskan sebuah istilah baru, yakni "politik harapan".

Menurut Wani, politik harapan adalah kondisi yang menyebabkan keluarga korban berharap penyelesaian kasus, namun harapan itu malah dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu, baik itu kepentingan politik atau kepentingan lain.

"Saya sebagai perwakilan keluarga Wiji Thukul dan Ikatan Orang Hilang, sudah mendatangi ke PBB dan ke Swiss untuk melaporkan kembali masalah yang sama. Dan yang membuat saya menyesal itu hanya beberapa minggu sebelum SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) lengser, dan itu tidak ada gunanya, karena yang dapat (pertanggungjawaban) nanti presiden selanjutnya," ujar Wani.

Baca juga: Saat Wiji Thukul "Kembali" Melantunkan Puisinya di Solo...

Menilik usahanya dalam mencari keadilan hingga ke ranah PBB dan Swiss, Wani merasa keluarga korban pelanggaran HAM di masa lalu dipermainkan oleh pihak tertentu.

"Saya nggak tahu itu permainan apa, dan saya tidak mau menyiksa diri juga dengan ekspektasi," ujar Wani.

Kemudian, ia memutuskan untuk membuat tato di jari tengahnya yang bertuliskan "Hope is a Destroyer".

Tato ini merupakan simbol bahwa dia benar-benar sudah muak dengan permainan negara terhadap keluarganya.

"Pengalaman nyata dari negara yang diberikan ke keluarga kami, yang mempermainkan harapan kami. Siapa pun pejabatnya, siapa pun LSM-nya, siapa pun pendampingnya, untuk tidak membuat kami semakin baik, tapi semakin hancur," ujar Wani.

Meskipun keluarga Wiji Thukul sudah mengalami banyak pertanyaan mengenai tanggapan apa yang terjadi dengan Wiji Thukul, namun mereka memilih untuk menitipkan kasus ini pada masyarakat umum.

Wani juga mengungkapkan, keyakinannya bahwa yang diperjuangkan ayahnya adalah kebenaran.

"Mungkin ada harapan dari kami kepada mereka yang netral, seperti Anda semua, dalam arti energi. Energi kami sudah habis disedot masa lalu, masalah yang tidak jelas juga," ujar Wani.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama Seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama Seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Nasional
Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Nasional
Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Nasional
Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Nasional
Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com