Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cegah Penjualan Blangko E-KTP, Kemendagri Bakal Pantau Toko Online

Kompas.com - 06/12/2018, 22:21 WIB
Devina Halim,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) secara intens akan memantau penjualan situs penjualan online untuk mencegah didagangkannya blangko kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).

Sebelumnya, tim Kompas menemukan blangko dengan spesifikasi resmi milik pemerintah yang diperjualbelikan di Pasar Pramuka Pojok, Jakarta Pusat, dan situs penjualan online Tokopedia.

"Ini bisa kita lacak dan bisa kita lakukan monitoring tiga hari sekali. Kita buka, ketik KTP-el, nanti akan keluar mana yang memasang itu," ungkap Direktur Jendral Kependudukan dan Catatan Sipil Zudan Arif Fakhrulloh saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (6/12/2018).

Baca juga: Timses Jokowi Minta Polisi Usut Tuntas Temuan Blangko E-KTP yang Diperjualbelikan

Terkait dengan ditemukannya penjualan blangko e-KTP di Tokopedia, Zudan memastikan pihak pengelola sudah mencabut unggahan penjual.

Bahkan, pencabutan itu dilakukan Tokopedia sebelum pihak Kemendagri memberi tahu bahwa penjualan tersebut melanggar hukum.

"Jadi dari Tokopedia kami beritahukan kemarin tanggal 5 (Desember) dan sudah di-take down tanggal 29 November. Jadi ketika mereka tahu melanggar hukum, mereka langsung mengambil tindakan," katanya.

Ia pun berharap tidak ada toko online lainn yang menjual produk serupa. Zudan menegaskan bahwa blangko tersebut merupakan dokumen negara yang bersifat rahasia. Oleh sebab itu, akan ada hukuman serius kepada pelaku yang melakukan aksi tersebut.

Itu sesuai dengan Pasal 96 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan. Pasal tersebut menyebut bahwa memperjualbelikan dokumen negara merupakan tindakan pidana.

Ancaman hukumannya berupa pidana penjara paling lama 10 Tahun dan denda paling banyak 1 miliar rupiah.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) mengungkap kasus penjualan blangko E-KTP di toko yang ada dalam platform e-dagang.

Baca juga: Kemendagri: Ada 2 Cara Antisipasi Penyalahgunaan Blangko E-KTP Palsu

Pengungkapan kasus itu diawali dari investigasi yang dilakukan oleh Harian Kompas.

Berbekal informasi tersebut, Ditjen Dukcapil selanjutnya melakukan penelusuran melalui koordinasi bersama perusahaan pencetak blangko E-KTP dan toko penjual online.

Selama dua hari penyelidikan, Ditjen Dukcapil berhasil mengidentifikasi pelaku, berikut identitasnya.

Saat ini, kasus tersebut sudah dilimpahkan ke Polda Metro Jaya untuk dilakukan penyelidikan lebih dalam.

Kompas TV Jaksa menuntut 2 terdakwa kasus KTP elektronik, Irvanto Pambudi dan Made Oka Masagung, dengan hukuman 12 tahun penjara dengan denda Rp 1 miliar. Jaksa menilai pengusaha Made Oka, dan Irvanto yang merupakan keponakan Setya Novanto, menjadi perantara suap, sekaligus melakukan rekayasa pelelangan proyek KTP elektronik.<br />
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

Nasional
Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Nasional
KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

Nasional
KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

Nasional
Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Nasional
Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Nasional
Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nasional
Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Nasional
Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Nasional
Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com