Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komisi VIII DPR Nilai Aplikasi Smart Pakem Tidak Perlu

Kompas.com - 28/11/2018, 10:17 WIB
Devina Halim,
Dian Maharani

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi VIII DPR Sodik Mudjahid menilai aplikasi Smart Pakem (Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat) adalah bukti pembinaan yang gagal terhadap penganut aliran kepercayaan maupun organisasi masyarakat (ormas).

Menurutnya, dengan adanya aplikasi yang diluncurkan oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta itu, masyarakat seperti kembali ke era pemerintahan Soeharto.

"Jika menggunakan aplikasi seperti itu, berarti konsep pemberdayaan kita enggak maju-maju. Ketika yang digunakan masih pola-pola tahun 70-an yang mengawasi gitu," katanya saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (27/11/2018).

Ia pun berpendapat aplikasi tersebut sebetulnya tidak perlu ada. Sodik mengatakan, yang terpenting adalah pembinaan kepada mereka yang diawasi melalui aplikasi itu.

Baca juga: Warga Jakarta Kini Bisa Laporkan Ormas Meresahkan Melalui Smart Pakem

Sodik menilai, tumbuhnya radikalisme dan kesesatan justru disebabkan karena pembinaan yang tidak maksimal.

"Ketika kita sudah maju begini tidak usah terlalu diatur-atur begitu. Yang penting adalah dibina, diberi kedewasaan. Jangan malah ketika tidak membina, justru kemudian malah mengatur dan membatasi," jelas dia.

Menurut Sodik, pembinaan dapat dilakukan melalui pembentukan paguyuban bagi kelompok penganut kepercayaan agar tidak dikatakan sebagai aliran sesat.

Namun, ia menekankan juga pada pentingnya perlakuan yang tidak menghakimi atau mencurigai para ormas maupun kelompok penganut tersebut.

"Pembinaannya oleh teman-teman kebudayaan. Oke, paguyuban adalah salah satu, tapi yang lebih utama adalah konsep perlakuan, konsep pembinaan yang tepat, dengan tidak perlu dicurigai," ungkapnya.

Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta meluncurkan Aplikasi Smart Pakem yang dapat diunduh di Google Play Store dan App Store, Kamis (22/11/2018).

Asisten Bidang Intelijen Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Yulianto mengatakan, aplikasi tersebut bertujuan mengawasi sekaligus mengedukasi masyarakat terkait aliran kepercayaan, agama, dan kegiatan ormas.

"Sekarang kita bisa mengawasi secara digital. Aplikasi ini juga dibuat untuk mengedukasi masyarakat dan transparansi. Dalam aplikasi sudah ada bagian pengaduan," ujar Yulianto di Kantor Kejati DKI Jakarta, Kamis.

Yulianto mengatakan, pengawasan secara digital bisa mempercepat proses tindak lanjut pengaduan yang dibuat masyarakat.

Dalam aplikasi Smart Pakem, ada pula informasi ormas yang dilarang pemerintah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Usut Dugaan Pengadaan Barang dan Jasa Fiktif di PT Telkom Group, Kerugian Capai Ratusan Miliar

KPK Usut Dugaan Pengadaan Barang dan Jasa Fiktif di PT Telkom Group, Kerugian Capai Ratusan Miliar

Nasional
Anggota DPR Sebut Pembubaran People’s Water Forum Coreng Demokrasi Indonesia

Anggota DPR Sebut Pembubaran People’s Water Forum Coreng Demokrasi Indonesia

Nasional
Namanya Disebut Masuk Bursa Pansel Capim KPK, Kepala BPKP: Tunggu SK, Baru Calon

Namanya Disebut Masuk Bursa Pansel Capim KPK, Kepala BPKP: Tunggu SK, Baru Calon

Nasional
Tutup Forum Parlemen WWF, Puan Tekankan Pentingnya Ketahanan Air

Tutup Forum Parlemen WWF, Puan Tekankan Pentingnya Ketahanan Air

Nasional
Singgung Kenaikan Tukin, Jokowi Minta BPKP Bekerja Lebih Baik

Singgung Kenaikan Tukin, Jokowi Minta BPKP Bekerja Lebih Baik

Nasional
Kembangkan Energi Terbarukan di RI dan Internasional, Pertamina NRE Gandeng Masdar

Kembangkan Energi Terbarukan di RI dan Internasional, Pertamina NRE Gandeng Masdar

Nasional
MK Tolak Gugatan PPP soal Perpindahan 21.000 Suara ke Partai Garuda di 4 Dapil

MK Tolak Gugatan PPP soal Perpindahan 21.000 Suara ke Partai Garuda di 4 Dapil

Nasional
Paparkan Hasil Forum Parlemen WWF, Puan Sebut Isu Air Akan Jadi Agenda Prioritas

Paparkan Hasil Forum Parlemen WWF, Puan Sebut Isu Air Akan Jadi Agenda Prioritas

Nasional
MK Tolak Gugatan PPP Terkait Hasil Pileg Dapil Jabar

MK Tolak Gugatan PPP Terkait Hasil Pileg Dapil Jabar

Nasional
Sidang Asusila Ketua KPU, Anggota Komnas HAM dan Perempuan Jadi Ahli

Sidang Asusila Ketua KPU, Anggota Komnas HAM dan Perempuan Jadi Ahli

Nasional
Belanja Negara Makin Besar, Jokowi Minta BPKP Inovasi Gunakan Teknologi Digital

Belanja Negara Makin Besar, Jokowi Minta BPKP Inovasi Gunakan Teknologi Digital

Nasional
Pegawai Protokol Kementan hingga Pihak Swasta Jadi Saksi Sidang Kasus Korupsi SYL

Pegawai Protokol Kementan hingga Pihak Swasta Jadi Saksi Sidang Kasus Korupsi SYL

Nasional
Ketua KPK Ogah Tanggapi Masalah Ghufron Laporkan Dewas ke Bareskrim

Ketua KPK Ogah Tanggapi Masalah Ghufron Laporkan Dewas ke Bareskrim

Nasional
KPU Sebut Upaya PPP Tembus Parlemen Kandas Sebab Gugatan Banyak Ditolak MK

KPU Sebut Upaya PPP Tembus Parlemen Kandas Sebab Gugatan Banyak Ditolak MK

Nasional
Dugaan Rayu PPLN, Ketua KPU Hadiri Sidang DKPP Bareng Korban

Dugaan Rayu PPLN, Ketua KPU Hadiri Sidang DKPP Bareng Korban

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com