Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPU: Penyandang Disabilitas Mental yang Didata Hanya yang di Rumah atau RSJ

Kompas.com - 22/11/2018, 23:13 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari menjelaskan soal pemilih penyandang disabilitas mental atau sakit jiwa yang didata KPU dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2019.

Menurut Hasyim, KPU kemungkinan hanya mendata penyandang disabilitas mental yang berada di rumah, berkumpul dengan keluarga, atau sedang dirawat di rumah sakit jiwa.

Sebab, pendataan pemilih penyandang disabilitas mental bergantung situasi dan kondisi.

Jika saat pendataan penyandang disabilitas mental sedang tidak sehat atau "kumat", maka pendataan tak bisa dilakukan langsung terhadap yang bersangkutan.

Paling memungkinkan, pendataan dilakukan dengan bertanya kepada keluarga atau dokter atau tenaga medis yang merawatnya.

Baca juga: Perludem: Penyandang Disabilitas Mental Harus Diberi Hak Pilih dalam Pemilu

"Dengan demikian, penyandang disability mental yang memungkinkan didaftar adalah hanya yang berada di rumah, kumpul keluarga, atau sedang dirawat di RS jiwa atau panti," kata Hasyim saat dikonfirmasi, Kamis (22/11/2018).

Pada prinsipnya, KPU tidak hanya mengakomodasi pemilih penyandang disabilitas mental, tetapi, semua penyandang disabilitas juga dimasukkan ke dalam DPT.

Khusus bagi penyandang disabilitas mental, tetap didaftar dalam DPT.

Namun, penggunaan hak pilih pada hari pemungutan suara sesuai dengan rekomendasi dokter yang merawat.

"Bila hari H yang bersangkutan waras, maka dapat memilih, demikian pula sebaliknya," ujar Hasyim.

Baca juga: KPU: Penyandang Disabilitas Mental Wajib Bawa Rekomendasi Dokter saat Mencoblos

Hasyim mengatakan, KPU punya alasan mengapa mendata penyandang disabilitas mental sebagai pemilih.

Penyandang disabilititas mental, lanjut Hasyim, pada dasarnya memang tidak dapat melakukan tindakan hukum, sehingga tindakannya tidak dapat dimintai pertanggungjawaban.

Padahal, dalam hukum, perlakuan terhadap penyandang disabilitas mental dianggap sama dengan perlakuan terhadap anak di bawah umur, yaitu dianggap belum dewasa atau tidak cakap melakukan tindakan hukum.

Oleh karena itu, mereka dalam pengampuan wali atau keluarga yang dewasa atau cakap secara hukum.

Baca juga: KPU Temui Kendala dalam Mendata Pemilih Penyandang Disabilitas Mental

Dalam hal pendataan penyandang disabilitas mental sebagai pemilih, dokter menjadi pihak yang punya otoritas dalam menentukan yang bersangkutan pada hari pemungutan suara sedang dalam keadaan sehat atau tidak.

"Itulah alasan kenapa dalam hal penggunaan hak pilih, disability mental harus ada penjamin oleh pihak yang punya otoritas, yaitu dokter, bahwa yang bersangkutan pada hari H sedang waras dan karenanya yang bersangkutan cakap melakukan tindakan hukum untuk memilih," kata Hasyim.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com