Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Pencalonan Anggota DPD, KPU Diminta Acu Putusan MK

Kompas.com - 15/11/2018, 10:23 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara Aulia Kasanova mengatakan, secara hierarki, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) lebih tinggi dibanding putusan Mahkamah Agung (MA) dan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Sebab, putusan MK merupakan terjemahan dari penafsiran Undang-Undang yang kemudian diperbandingkan dengan Undang-Undang Dasar 1945.

Oleh karena itu, dalam hal polemik syarat pencalonan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta untuk mengikuti putusan MK.

Hal itu disampaikan oleh Aulia dalam diskusi KPU bersama sejumlah ahli hukum terkait syarat pencalonan anggota DPD, Rabu (14/11/2018).

"Kalau untuk memilih tingkatan putusan MA, TUN, atau MK, ya jelas dalam konteks putusan, putusan MK lebih tinggi. MK hadir di era reformasi dan bentuk perjuangan hak konstitusional warga negara," kata Aulia di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat.

Baca juga: Soal Nasib OSO, KPU Masih Kumpulkan Saran Para Ahli Hukum

"Dan juga putusan MK itu jelas dalam hierarki perundang-undangan lebih tinggi karena dia menerjemahkan penafsiran undang-undang yang kemudian diuji karena ada dugaan bertentangan dengan UUD 45," sambungnya.

Akademisi Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Tangerang itu mengatakan, putusan MK juga bersifat final and binding, yang berarti berkekuatan hukum tetap sejak dibacakan.

Putusan MK tentang syarat pencalonan anggota DPD dibacakan pada 23 Juli 2018. Artinya, sejak tanggal tersebut, putusan MK telah diberlakukan. Putusan MK juga bersifat mengikat tanpa terkecuali.

"Putusan MK final dan binding sifatnya, yang jelas, KPU tanpa berdiskusi dengan DPR dan Presiden ketika mengeksekusi putusan itu sudah sah," ujar Aulia.

Aulia melanjutkan, PKPU nomor 26 tahun 2018 yang memuat larangan anggota partai politik mencalonkan diri sebagai anggota DPD, juga tidak berlaku surut. Aturan di dalamnya berlaku untuk tahapan Pemilu 2019, bukan Pemilu 2024.

Namun demikian, ia mengakui, dengan adanya putusan MK, MA, dan yang terbaru putusan TUN yang memerintahkan KPU mencabut Surat Keputusan (SK) Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) yang tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai calon anggota DPD, membuat KPU menjadi kebingungan dalam mengambil keputusan.

Tetapi, ia menegaskan, dari segi hukum, KPU disarankan untuk menjalankan putusan MK yang memuat larangan anggota partai politik maju sebagai caleg mulai tahapan Pemilu 2019.

MA mengabulkan gugatan uji materi PKPU Nomor 26 Tahun 2018 tentang larangan pengurus partai politik menjadi calon anggota DPD.

Permohonan uji materi itu diajukan oleh Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang (OSO).

Baca juga: Putusan PTUN soal Gugatan OSO Dinilai Munculkan Dualisme Hukum

Sebelumnya, KPU mencoret OSO sebagai calon anggota DPD lantaran tidak menyerahkan surat pengunduran diri dari partai politik. OSO dianggap masih tercatat sebagai anggota partai politik.

Menurut putusan Mahkamah Konstitusi (MK), anggota DPD dilarang rangkap jabatan sebagai anggota partai politik.

Aturan mengenai larangan anggota DPD rangkap jabatan tercantum dalam putusan MK No. 30/PUU-XVI/2018 yang dibacakan pada Senin, (23/7/2018).

Atas putusan KPU itu, OSO juga melayangkan gugatan ke PTUN. Dalam putusannya, Majelis Hakim membatalkan surat keputusan (SK) KPU yang menyatakan OSO tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai calon anggota DPD. Hakim juga memerintahkan KPU untuk mencabut SK tersebut.

Kompas TV Perbedaaan dana awal kampanye yang cukup mencolok antara keduanya menjadi perdebatan antara elite masing-masing pasangan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

KPK Percaya Diri Gugatan Praperadilan Karutan Sendiri Ditolak Hakim

KPK Percaya Diri Gugatan Praperadilan Karutan Sendiri Ditolak Hakim

Nasional
Soal Kasus Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, KPK Diminta Evaluasi Teknis OTT

Soal Kasus Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, KPK Diminta Evaluasi Teknis OTT

Nasional
Kaesang Didorong Maju Pilkada Bekasi, Jokowi: Tanyakan PSI, itu Urusan Partai

Kaesang Didorong Maju Pilkada Bekasi, Jokowi: Tanyakan PSI, itu Urusan Partai

Nasional
Mahfud Khawatir Korupsi Makin Banyak jika Kementerian Bertambah

Mahfud Khawatir Korupsi Makin Banyak jika Kementerian Bertambah

Nasional
Persiapan Operasional Haji 2024, 437 Petugas Diterbangkan ke Arab Saudi

Persiapan Operasional Haji 2024, 437 Petugas Diterbangkan ke Arab Saudi

Nasional
Jokowi Tegaskan Jadwal Pilkada Tak Dimajukan, Tetap November 2024

Jokowi Tegaskan Jadwal Pilkada Tak Dimajukan, Tetap November 2024

Nasional
Setelah Geledah Kantornya, KPK Panggil Lagi Sekjen DPR Indra Iskandar

Setelah Geledah Kantornya, KPK Panggil Lagi Sekjen DPR Indra Iskandar

Nasional
Menteri KP: Lahan 'Idle' 78.000 Hektar di Pantura Bisa Produksi 4 Juta Ton Nila Salin Setiap Panen

Menteri KP: Lahan "Idle" 78.000 Hektar di Pantura Bisa Produksi 4 Juta Ton Nila Salin Setiap Panen

Nasional
Istana Sebut Pansel Capim KPK Diumumkan Mei ini

Istana Sebut Pansel Capim KPK Diumumkan Mei ini

Nasional
Deret 9 Kapal Perang Koarmada II yang Dikerahkan dalam Latihan Operasi Laut Gabungan

Deret 9 Kapal Perang Koarmada II yang Dikerahkan dalam Latihan Operasi Laut Gabungan

Nasional
Jumlah Kementerian sejak Era Gus Dur hingga Jokowi, Era Megawati Paling Ramping

Jumlah Kementerian sejak Era Gus Dur hingga Jokowi, Era Megawati Paling Ramping

Nasional
Jokowi Sebut Ada 78.000 Hektar Tambak Udang Tak Terpakai di Pantura, Butuh Rp 13 Triliun untuk Alih Fungsi

Jokowi Sebut Ada 78.000 Hektar Tambak Udang Tak Terpakai di Pantura, Butuh Rp 13 Triliun untuk Alih Fungsi

Nasional
Spesifikasi 2 Kapal Patroli Cepat Terbaru Milik TNI AL

Spesifikasi 2 Kapal Patroli Cepat Terbaru Milik TNI AL

Nasional
Jokowi Panen Ikan Nila Salin di Tambak Air Payau Karawang

Jokowi Panen Ikan Nila Salin di Tambak Air Payau Karawang

Nasional
Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum Caleg yang Mendebatnya

Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum Caleg yang Mendebatnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com