Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putusan PTUN soal Gugatan OSO Dinilai Munculkan Dualisme Hukum

Kompas.com - 15/11/2018, 07:36 WIB
Reza Jurnaliston,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menilai, putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang mengabulkan gugatan Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang (OSO), bisa memunculkan dualisme hukum.

Gugatan permohonan tersebut terkait sengketa proses pemilu pencalonan OSO sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Hal itu dikatakan Refly menanggapi putusan PTUN yang membatalkan surat keputusan (SK) KPU yang menyatakan OSO tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai calon anggota DPD.

“Kondisi ini (putusan PTUN) memunculkan ketidakpastian ‘maju mundur kena’ kalau tidak dilaksanakan ini putusan hukum, kalau dilaksanakan memunculkan diskriminasi bagi pengurus partai lain yang sudah dicoret,” tutur Refly melalui sambungan telepon kepada Kompas.com, Rabu (14/11/2018) malam.

Refly mengatakan, putusan PTUN tidak berlaku bagi calon anggota DPD lain dan hanya berlaku bagi pihak yang menggugat yakni OSO.

“OSO mendapatkan perlakuan khusus jadinya kalau dilaksanakan putusan (PTUN) itu,” kata Refly.

Refly menilai, putusan tersebut menimbulkan kebingungan dan aneh.

“Dari sisi materi agak aneh dikabulkan, karena putusan MK jelas tidak mungkin ditafsirkan berlaku di 2024 kecuali kalau daftar calon tetap (DCT) sudah ditetapkan,” tutur Refly.

“Kalau putusan MK berlaku untuk 2024 ngapain diputuskan cepat-cepat, maksudnya diputuskan dalam masa tahapan (Pemilu),” sambung Refly.

Putusan Mahkamah Konstitusi yang dimaksud adalah putusan Nomor 30/PUU-XVI/2018 yang menyatakan pengurus parpol tak boleh menjadi anggota DPD.

Refly mengaku sudah mendugai bila PTUN akan mengabulkan gugatan permohonan OSO.

“Saya dari awal memprediksi PTUN akan mengabulkan (gugatan permohonan OSO), tapi kan terlepas dari ada “praduga” macam-macam,” tutur Refly.

Baca juga: Yusril Minta KPU Masukkan OSO dalam DCT DPD karena Gugatannya Dikabulkan PTUN

Refly menambahkan, perlunya sikap saling menghargai hasil putusan satu sama lain di antara Lembaga Peradilan. Ia pun meminta agar putusan lembaga peradilan tak mengakibatkan ketidakpastian hukum. 

“Pengadilan harus lebih independen dalam memutuskan sebuah perkara,” ujar Refly.

Diketahui, dalam putusannya, majelis hakim PTUN membatalkan surat keputusan (SK) KPU yang menyatakan OSO tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai calon anggota DPD.

Hakim juga memerintahkan KPU untuk mencabut SK tersebut.

"Gugatan kabul seluruhnya, SK DCT KPU dinyatakan batal dan diperintahkan dicabut," kata Kuasa Hukum OSO, Yusril Ihza Mahendra, saat dikonfirmasi, Rabu (14/11/2018).

Kompas TV Sebelumnya, Oesman menggugat KPU karena dirinya dicoret dari daftar calon tetap caleg DPD.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com