Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi: Kalau Saya Kejar, Bisa Ratusan Ribu Orang Kena Masalah Hukum...

Kompas.com - 23/10/2018, 07:00 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Dian Maharani

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Joko Widodo sudah "kenyang" dengan fitnah dan kabar bohong yang disematkan kepada dirinya.

Demikian ia ungkapkan saat wawancara dengan Pemimpin Redaksi Harian Kompas Budiman Tanuredjo dalam acara Satu Meja the Forum yang ditayangkan Kompas TV, Senin (22/10/2018) malam.

Berbagai label sudah pernah ia terima. Mulai dari Jokowi adalah Partai Komunis Indonesia (PKI), Jokowi antek asing dan "aseng", hingga Jokowi anti-Islam dan telah mengkriminalisasi ulama.

"Semuanya sudah. Enggak tahu kurang apa lagi yang belum," ujar Jokowi berkelakar.

Baca juga: Kasus Novel Belum Tuntas, Jokowi Bilang Masa Dikit-dikit Saya Ambil Alih

Atas seluruh fitnah tersebut, Jokowi mengaku tak mau ambil pusing dengan melaporkannya satu per satu ke aparat kepolisian.

Sebab, jika melakukan demikian, ia yakin akan ada banyak orang yang berhadapan dengan hukum.

"Nanti kalau saya kejar bisa ratusan ribu orang yang akan kena. Sekali lagi, kalau langkah- langkah itu (hukum) saya lakukan, akan ratusan ribu orang terkena masalah hukum," ujar dia.

Jokowi berpendapat, fitnah dan kabar bohong terhadap dirinya itu berawal dari koran Obor Rakyat yang tersebar pada saat kampanye Pilpres tahun 2014. Setelah itu, penyebarannya dilanjutkan oleh kelompok "Saracen".

Baca juga: Jokowi: Kunci Pemberantasan Korupsi Bukan Penangkapan

Ia yakin fitnah dan kabar bohong itu semata-mata dilontarkan ke publik demi kepentingan politik tertentu. Secara khusus, ditujukan demi menjegalnya di dunia politik.

"Itu untuk kepentingan politik. Tapi cara-caranya tidak beradab. Cara-caranya tidak beretika. Cara-caranya sesaat yang tidak mendidik masyarakat, tidak mendewasakan masyarakat kita dalam berpolitik," ujar Jokowi.

Selain berharap hukum ditegakkan, Presiden juga meminta kesadaran elite politik di Tanah Air untuk menggunakan cara-cara yang beradab di dalam berpolitik.

"Harusnya elite-elite poitik itu bisa mengedukasi masyarakat dengan sebuah etika politik yang beradab, memberikan contoh-contoh yang baik sehingga masyarakat semakin dewasa berpolitik, matang berpolitik," lanjut dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Nasional
Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com