Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Perizinan, Komoditas Paling Laris Dikorupsi

Kompas.com - 16/10/2018, 10:05 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com  Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio memandang sektor perizinan merupakan hal yang paling sering dijadikan lahan korupsi oleh kepala daerah.

Ia menilai, perizinan sering kali dibuat secara rumit agar bisa dijadikan alat tawar-menawar yang menguntungkan.

"Untuk membuat kebijakan harus ada peraturan perundang-undangan. Nah filosofinya sampai hari ini harus sarat dengan izin, karena izin itu komoditas paling laris di Indonesia. Karena dengan izin, uang itu bisa didapat," kata Agus kepada Kompas.com, Selasa (16/10/2018).

"Jadi, proses pembuatan izin dibuat serumit mungkin sehingga orang nyuruh minta tolong bayar, atau nyogok," lanjutnya.

Baca juga: Mengapa Kepala Daerah Tak Kapok Korupsi?

Agus mencontohkan kasus Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin yang diungkap Komisi Pemberantasan Korupsi, Senin (15/10/2018). Neneng diduga menerima suap terkait proyek perizinan proyek pembangunan Meikarta di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat. Neneng disangka dijanjikan uang Rp 13 miliar oleh pengembang Lippo Group.

Namun, menurut KPK, baru terjadi penyerahan Rp 7 miliar kepada Neneng melalui sejumlah pejabat di Pemkab Bekasi.

"Contoh ya Meikarta itu, sudah tahu tata ruangnya itu sawah, terus dialihfungsikan, kan melanggar Undang-Undang Tata Ruang. Itu kan karena aturannya disiasati supaya muncul sistem perizinan yang lalu menjadi sistem pungutan," kata Agus.

"Coba perhatikan. Komoditas paling laris di republik ini ya izin, dari situ orang bisa mengesahkan korupsi yang dilakukannya," lanjut dia.

Berdasarkan catatan Agus, korupsi juga terjadi pada proyek-proyek yang dibiayai lewat APBN. Padahal, kata dia, apabila tak dikorupsi, negara bisa lebih mendorong berbagai pembangunan untuk kepentingan masyarakat luas.

"Bayangkan kalau tidak dikorupsi, jadi apa itu? Kan jadi pembangunan, jadi pelayanan yang baik, bisa jadi pusat pendidikan dan sebagainya. ini kan masalahnya masih dikorupsi," ungkapnya.

Agus menilai, maraknya praktik korupsi oleh kepala daerah disebabkan sejumlah hal seperti biaya politik yang mahal, rendahnya pendidikan budi pekerti, hingga warisan pemikiran dan sikap permisif terhadap korupsi.

Menurut Agus, terkadang kepala daerah terpaksa melakukan korupsi sebagai biaya balas budi bagi sejumlah pihak yang telah mendukungnya sebagai calon kepala daerah.

"Amannya ya dia harus kasih jatah. Jatah itu kan enggak cukup dari gaji, tunjangan, belum lagi dia harus bayar utang budi kepada orang yang membantu dia saat kampanye. Ya salah satunya dengan memberikan izin, yang bisa dijual izin," paparnya.

Praktik balas budi juga bisa terjadi melalui penawaran terhadap pihak tertentu mengisi jabatan di lingkungan pemerintahan yang bersangkutan. Praktik seperti itulah yang dinilainya membebani negara cukup lama.

Agus menilai sulit mencegah praktik korupsi apabila sistem tata kelola pemerintahan yang sudah dirancang sedemikian rupa, tak dijalankan dengan baik. Ia menyoroti sistem elektronik seperti e-budgeting dan e-procurement yang masih bisa disiasati.

"Kalau itu misalnya ada hacker yang nahan, misalnya. Kita berdua lagi tawar-menawar harga, Anda sudah ada janji dengan pengelola sektor itu, saya tidak, kita kan juga adu cepat tuh, punya saya enggak jalan, mati. Jadi menang dia, dia yang memenangkan dapat jatah," kata dia.

Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin merupakan kepala daerah ke-99 yang dijadikan tersangka oleh KPK sejak 2004.

Baca juga: Golkar Nonaktifkan Bupati Bekasi dari Keanggotaan Partai

Kasus yang melibatkan Neneng merupakan operasi tangkap tangan ke-23 pada 2018. Sejak Januari hingga Oktober 2018, sebanyak 25 orang kepala daerah telah diproses secara hukum.

KPK menangkap dan menetapkan Neneng sebagai tersangka, Senin (15/10/2018). Neneng diduga menerima suap terkait proyek perizinan proyek pembangunan Meikarta di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat.

"Setelah pemeriksaan dan gelar perkara, disimpulkan adanya dugaan korupsi pemberian hadiah atau janji pada bupati dan kawan-kawan terkait izin Meikarta," ujar Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif.

Neneng diduga dijanjikan uang Rp 13 miliar oleh pengembang Lippo Group. Hingga saat ini, menurut Syarif, baru terjadi penyerahan Rp 7 miliar melalui sejumlah pejabat di Pemkab Bekasi.

Kompas TV Muhamad Faisal merupakan Ketua Fraksi Partai Golkar di DPRD Sumatera Utara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

PAN Persoalkan Selisih 2 Suara Tapi Minta PSU di 5 TPS, Hakim MK: Mungkin Enggak Setengah Suara?

PAN Persoalkan Selisih 2 Suara Tapi Minta PSU di 5 TPS, Hakim MK: Mungkin Enggak Setengah Suara?

Nasional
Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

Nasional
KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

Nasional
Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Nasional
Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Nasional
Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Nasional
Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Nasional
Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Nasional
Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Nasional
Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Nasional
Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com