Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Kepala Daerah Tak Kapok Korupsi?

Kompas.com - 16/10/2018, 09:49 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Daftar kepala daerah yang terjaring kasus dugaan korupsi terus bertambah.

Terakhir, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan terhadap sejumlah pejabat Pemerintah Kabupaten Bekasi.

Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin turut ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait proyek Meikarta tersebut.

Neneng merupakan kepala daerah ke-99 yang diproses KPK sejak 2004.

Kasus yang melibatkan Neneng adalah operasi tangkap tangan ke-23 pada 2018.

Sejak Januari hingga Oktober 2018, 25 orang kepala daerah telah diproses secara hukum, baik melalui operasi tangkap tangan maupun tidak.

Baca juga: Marak Korupsi Kepala Daerah, Komisi II Minta Aturan Dana Kampanye Diperbaiki

Operasi tangkap tangan terus dilakukan KPK, mengapa masih ada saja kepala daerah yang tak kapok korupsi?

Tersangka selaku Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin (tengah) tiba di kantor KPK, Jakarta, Senin (15/10/2018). KPK menetapkan 9 orang tersangka yang diduga terkait kasus perizinan proyek pembanguan Meikarta di Kabupaten Bekasi yang diantaranya Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro dengan barang bukti uang 90 ribu dolar Singapura dan Rp513 juta dengan total komitmen Rp13 miliar. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/foc/18.Sigid Kurniawan Tersangka selaku Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin (tengah) tiba di kantor KPK, Jakarta, Senin (15/10/2018). KPK menetapkan 9 orang tersangka yang diduga terkait kasus perizinan proyek pembanguan Meikarta di Kabupaten Bekasi yang diantaranya Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro dengan barang bukti uang 90 ribu dolar Singapura dan Rp513 juta dengan total komitmen Rp13 miliar. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/foc/18.

Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengatakan, ada tiga faktor dominan yang menyebabkan maraknya praktik korupsi oleh kepala daerah.

Pertama, ongkos politik yang mahal.

Menurut Agus, sistem demokrasi Indonesia yang dominan ditentukan oleh kuasa partai politik membuat persaingan semakin ketat. Untuk bertarung, dibutuhkan dukungan logistik dan pembiayaan yang kuat.

"Karena orang mau masuk ke sistem politik Indonesia kan harus melalui partai. Untuk masuk kalau bukan orang partai kan ada uang mahar. Suka atau tidak suka praktik itu ada. Dan itu selalu ditanya," kata Agus kepada Kompas.com, Selasa (16/10/2018).

Baca juga: KPK Tahan 6 Tersangka Kasus Dugaan Suap Perizinan Meikarta

"Dan karena mahal itu orang-orang yang di politik praktis itu cari uang sekalian. Electoral threshold-nya kan juga rendah, sehingga partai banyak. Semakin banyak partai semakin mahal biaya politiknya. Coba kalau 10 persen, itu pasti hanya 4-5 partai," lanjut dia.

Selain itu, biaya kontestasi politik juga tak murah.

Agus mencontohkan, biaya saksi untuk mengawasi tempat pemungutan suara dan pembuatan alat kampanye sangat besar. Di satu sisi, partai tak mungkin menanggung seluruhnya.

"Tidak mungkin digotong sendiri, atau partai mendukung sepenuhnya, enggak mungkin. Partai (modalnya) dari mana?" ujar Agus.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com