Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketua Bawaslu Nilai UU Pemilu Kurang Efektif Cegah Politik Uang

Kompas.com - 08/10/2018, 19:08 WIB
Devina Halim,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan menilai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum kurang efektif mencegah praktek politik uang.

Bahkan menurutnya, peraturan mengenai pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 lebih efektif mencegah praktek tersebut.

"Kalau kita bandingkan regulasi soal money politik antara UU Pemilu dan UU Pilkada, lebih progresif UU 10 Tahun 2016 tentang Pilkada itu," ujarnya di Kantor Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Senin (8/10/2018).

Baca juga: Pemilu 2019 Rawan Politik Uang

Ia menjelaskan bahwa dalam UU Pilkada, baik pemberi dan penerima bisa dijerat hukum pidana, jika terbukti melakukan praktek politik uang. Sementara pada UU Pemilu, hanya pemberi yang bisa dijerat.

Selain itu, dalam UU Pilkada disebutkan semua orang dapat menjadi subyek pelaku dan dapat dihukum.

Sementara dalam UU Pemilu, penyematan status pelaku dibagi dalam tiga fase. Pada masa kampanye dan masa tenang, hanya tim dan pelaksana kampanye yang dapat dijerat.

Lalu, semua pihak yang terbukti melakukan politik uang baru dapat dijerat saat masa pemungutan suara.

Abhan juga menyinggung soal mahar politik. Terkait pelanggaran tersebut, ia menyebutkan tidak ada sanksi pidana yang jelas.

Baca juga: Parpol Diminta Awasi Calegnya untuk Tekan Praktik Politik Uang

Di sisi lain, Bawaslu perlu kekuatan hukum tetap untuk menjerat pelaku mahar politik dengan sanksi administrasi.

"Bawaslu tidak bisa mengatakan kemungkinan jadi administratif, karena administratif itu bisa dikenakan setelah putusan pidana punya kewenangan hukum tetap," terang dia.

Oleh sebab itu, Bawaslu akan mendorong partisipasi publik dan caleg untuk mengkampanyekan gerakan anti-politik uang.

 

Keterangan: Artikel ini sudah mengalami perubahan pada konten berdasarkan hak jawab dari narasumber.

Perubahan ada pada kalimat "Ia menjelaskan bahwa dalam UU Pilkada, baik pemberi dan penerima bisa dijerat hukum pidana, jika terbukti melakukan praktek politik uang. Sementara pada UU Pemilu, hanya penerima yang bisa dijerat." menjadi "Ia menjelaskan bahwa dalam UU Pilkada, baik pemberi dan penerima bisa dijerat hukum pidana, jika terbukti melakukan praktek politik uang. Sementara pada UU Pemilu, hanya pemberi yang bisa dijerat."

Terima kasih atas koreksinya.

Kompas TV Imbauan ini disampaikannya menjelang pengambilan nomor urut capres-cawapres yang akan digelar nanti malam.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com