Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Ini dalam Sejarah: Mengenang Tragedi Tanjung Priok..

Kompas.com - 12/09/2018, 11:45 WIB
Aswab Nanda Pratama,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Hari ini 34 tahun yang lalu, tepatnya pada 12 September 1984 terjadi peristiwa berdarah Tanjung Priok yang mengakibatkan banyaknya korban tewas dan luka-luka, terutama di kalangan masyarakat sipil.

Tragedi ini terjadi saat aparat Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) menangani demonstrasi yang dilakukan masyarakat yang menolak diterapkannya asas tunggal Pancasila oleh Pemerintah Soeharto.

Namun, demonstrasi berujung menjadi sebuah kerusuhan, yang kemudian menjadikan aparat keamanan bertindak tegas, bahkan terkesan brutal dengan melepaskan tembakan berpeluru tajam.

Data Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia menyebutkan bahwa peristiwa itu menyebabkan 24 orang tewas, sedangkan 55 orang menderita luka-luka.

Baca juga: Keluarga Korban Tragedi Tanjung Priok Tolak Upaya Rekonsiliasi

Asas tunggal Pancasila

Pada era 1980-an, upaya menerapkan Pancasila sebagai asas tunggal memang sedang gencar-gencarnya dilakukan oleh Pemerintah Orde Baru. Kebijakan ini kemudian menuai protes di masyarakat.

Salah satu kelompok yang kerap memberi kritik adalah Petisi 50. Kelompok yang terdiri atas sejumlah tokoh bangsa seperti mantan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin, mantan Kapolri Jenderal Purn Hoegeng Imam Santoso, mantan Perdana Menteri Burhanuddin Harahap, dan eks pemimpin Masyumi Mohammad Natsir itu menilai Soeharto mempolitisasi Pancasila.

Selain Petisi 50, protes terhadap kebijakan Pancasila sebagai asas tunggal juga dilakukan oleh kelompok Muslim. Di Jakarta, Tanjung Priok dikenal sebagai salah satu basis yang menyuarakan penolakan terhadap Pancasila sebagai asas tunggal.

Dilansir dari dokumen Komnas HAM, demonstrasi penolakan terhadap Pancasila sebagai asas tunggal berakar pada aksi kekerasan dan penahanan terhadap empat warga, yaitu Achmad Sahi, Syafwan Sulaeman, Syarifuddin Rambe, dan Muhammad Nur.

Empat orang itu ditahan setelah sebelumnya terdapat aksi pembakaran sepeda motor Babinsa.

Pembakaran terjadi setelah masyarakat mendengar ada aksi provokasi yang dilakukan oknum tentara di sebuah masjid. Kabar beredar semakin liar dan menyebabkan masyarakat setempat marah.

Aksi untuk menolak penahanan empat orang itu pun terjadi. Massa kemudian berkumpul dalam sebuah tabligh akbar di Jalan Sindang, di wilayah Koja, Tanjung Priok, Jakarta Utara pada 12 September 1984.

Amir Biki, salah seorang tokoh masyarakat, dalam ceramahnya menuntut pembebasan empat orang itu, yang juga jemaah Mushala As Sa’adah.

Baca juga: Korban Tanjung Priok: Yang Tersisa dari Bapak Hanya Sandal yang Dipakai Malam Itu...

Penembakan

Setelah indisen tersebut, Amir Biki memimpin massa untuk mendatangi Komando Distrik Militer Jakarta Utara. Berbagai upaya dilakukan agar empat tahanan itu dibebaskan.

Namun, upaya yang dilakukan oleh Amir Biki tak mendapat respons yang baik. Massa kemudian dihadang aparat keamanan di depan Polres Jakarta Utara.

Harian Kompas pada 14 September 1984 menulis, aparat keamanan berupaya melakukan tindakan persuasif untuk membubarkan massa. Namun, saat itu massa tidak mau bubar sebelum tuntutannya dipenuhi.

Bahkan, menurut Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban LB Moerdani, dari arah massa yang berdemonstrasi terdapat sejumlah provokator yang membawa senjata tajam dan bensin. Ini menjadi alasan bagi aparat keamanan untuk bertindak tegas, bahkan brutal.

Pasca-kerusuhan, beberapa titik dijaga ABRI bersenjata laras panjang di Tanjung Priok, Jakarta Utara pada September 1984.Don Sabdono Pasca-kerusuhan, beberapa titik dijaga ABRI bersenjata laras panjang di Tanjung Priok, Jakarta Utara pada September 1984.
Tembakan timah panas mulai dilakukan ke arah demonstran, setelah tembakan peringatan tak digubris. Korban berjatuhan yang mengakibatkan luka dan kematian.

Datangnya bala bantuan pengamanan, akhirnya membuat gerombolan massa mundur secara bertahap.

Namun, menurut LB Moerdani, selang 30 menit gerombolan massa menyerang petugas keamanan kembali. Akibatnya timah panas kembali dihujam ke arah mereka. Korban berjatuhan lagi.

Saat itu, LB Moerdani menyebut korban tewas berjumlah sembilan orang dan lebih dari 50 orang luka-luka.

Setelah peristiwa

Setelah peristiwa tesebut, anggota aparat segera membersihkan lokasi kejadian dan mengamankan demonstran. Ada sebuah informasi mengenai peristiwa ini merupakan hasutan dari kalangan militer yang anti pemerintah.

Setidaknya 169 warga sipil ditahan tanpa surat perintah. Sejumlah orang ditangkap karena dituduh bersifat provokatif terhadap peristiwa ini.

Setelah Tragedi Tanjung Priok terjadi, pemerintah dinilai tidak berhasil memberikan penjelasan transparan kepada masyarakat terkait peristiwa berdarah itu.

Petisi 50 kemudian menerbitkan "Lembaran Putih" yang memberikan penjelasan berbeda dengan yang disampaikan pemerintah. Anggota Petisi 50 yang ikut menyusun "Lembaran Putih" itu kemudian terkena jeratan pasal subversi, salah satunya AM Fatwa.

Aparat tidak sekadar mempermasalahkan keterlibatan Fatwa dalam menyusun "Lembaran Putih", namun aktivitas yang dianggap memprovokasi masyarakat Tanjung Priok.

Harian Kompas yang terbit pada 6 September 1985 menulis, AM Fatwa didakwa dengan tuduhan "melakukan serangkaian forum khotbah, ceramah, dan pertemuan yang merongrong dan menyelewengkan ideologi negara, kewibawaan pemerintah atau menyebarkan rasa permusuhan dan perpecahan dalam masyarakat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com