Salin Artikel

Hari Ini dalam Sejarah: Mengenang Tragedi Tanjung Priok..

KOMPAS.com - Hari ini 34 tahun yang lalu, tepatnya pada 12 September 1984 terjadi peristiwa berdarah Tanjung Priok yang mengakibatkan banyaknya korban tewas dan luka-luka, terutama di kalangan masyarakat sipil.

Tragedi ini terjadi saat aparat Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) menangani demonstrasi yang dilakukan masyarakat yang menolak diterapkannya asas tunggal Pancasila oleh Pemerintah Soeharto.

Namun, demonstrasi berujung menjadi sebuah kerusuhan, yang kemudian menjadikan aparat keamanan bertindak tegas, bahkan terkesan brutal dengan melepaskan tembakan berpeluru tajam.

Data Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia menyebutkan bahwa peristiwa itu menyebabkan 24 orang tewas, sedangkan 55 orang menderita luka-luka.

Asas tunggal Pancasila

Pada era 1980-an, upaya menerapkan Pancasila sebagai asas tunggal memang sedang gencar-gencarnya dilakukan oleh Pemerintah Orde Baru. Kebijakan ini kemudian menuai protes di masyarakat.

Salah satu kelompok yang kerap memberi kritik adalah Petisi 50. Kelompok yang terdiri atas sejumlah tokoh bangsa seperti mantan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin, mantan Kapolri Jenderal Purn Hoegeng Imam Santoso, mantan Perdana Menteri Burhanuddin Harahap, dan eks pemimpin Masyumi Mohammad Natsir itu menilai Soeharto mempolitisasi Pancasila.

Selain Petisi 50, protes terhadap kebijakan Pancasila sebagai asas tunggal juga dilakukan oleh kelompok Muslim. Di Jakarta, Tanjung Priok dikenal sebagai salah satu basis yang menyuarakan penolakan terhadap Pancasila sebagai asas tunggal.

Dilansir dari dokumen Komnas HAM, demonstrasi penolakan terhadap Pancasila sebagai asas tunggal berakar pada aksi kekerasan dan penahanan terhadap empat warga, yaitu Achmad Sahi, Syafwan Sulaeman, Syarifuddin Rambe, dan Muhammad Nur.

Empat orang itu ditahan setelah sebelumnya terdapat aksi pembakaran sepeda motor Babinsa.

Pembakaran terjadi setelah masyarakat mendengar ada aksi provokasi yang dilakukan oknum tentara di sebuah masjid. Kabar beredar semakin liar dan menyebabkan masyarakat setempat marah.

Aksi untuk menolak penahanan empat orang itu pun terjadi. Massa kemudian berkumpul dalam sebuah tabligh akbar di Jalan Sindang, di wilayah Koja, Tanjung Priok, Jakarta Utara pada 12 September 1984.

Amir Biki, salah seorang tokoh masyarakat, dalam ceramahnya menuntut pembebasan empat orang itu, yang juga jemaah Mushala As Sa’adah.

Penembakan

Setelah indisen tersebut, Amir Biki memimpin massa untuk mendatangi Komando Distrik Militer Jakarta Utara. Berbagai upaya dilakukan agar empat tahanan itu dibebaskan.

Namun, upaya yang dilakukan oleh Amir Biki tak mendapat respons yang baik. Massa kemudian dihadang aparat keamanan di depan Polres Jakarta Utara.

Harian Kompas pada 14 September 1984 menulis, aparat keamanan berupaya melakukan tindakan persuasif untuk membubarkan massa. Namun, saat itu massa tidak mau bubar sebelum tuntutannya dipenuhi.

Bahkan, menurut Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban LB Moerdani, dari arah massa yang berdemonstrasi terdapat sejumlah provokator yang membawa senjata tajam dan bensin. Ini menjadi alasan bagi aparat keamanan untuk bertindak tegas, bahkan brutal.

Datangnya bala bantuan pengamanan, akhirnya membuat gerombolan massa mundur secara bertahap.

Namun, menurut LB Moerdani, selang 30 menit gerombolan massa menyerang petugas keamanan kembali. Akibatnya timah panas kembali dihujam ke arah mereka. Korban berjatuhan lagi.

Saat itu, LB Moerdani menyebut korban tewas berjumlah sembilan orang dan lebih dari 50 orang luka-luka.

Setelah peristiwa

Setelah peristiwa tesebut, anggota aparat segera membersihkan lokasi kejadian dan mengamankan demonstran. Ada sebuah informasi mengenai peristiwa ini merupakan hasutan dari kalangan militer yang anti pemerintah.

Setidaknya 169 warga sipil ditahan tanpa surat perintah. Sejumlah orang ditangkap karena dituduh bersifat provokatif terhadap peristiwa ini.

Setelah Tragedi Tanjung Priok terjadi, pemerintah dinilai tidak berhasil memberikan penjelasan transparan kepada masyarakat terkait peristiwa berdarah itu.

Petisi 50 kemudian menerbitkan "Lembaran Putih" yang memberikan penjelasan berbeda dengan yang disampaikan pemerintah. Anggota Petisi 50 yang ikut menyusun "Lembaran Putih" itu kemudian terkena jeratan pasal subversi, salah satunya AM Fatwa.

Aparat tidak sekadar mempermasalahkan keterlibatan Fatwa dalam menyusun "Lembaran Putih", namun aktivitas yang dianggap memprovokasi masyarakat Tanjung Priok.

Harian Kompas yang terbit pada 6 September 1985 menulis, AM Fatwa didakwa dengan tuduhan "melakukan serangkaian forum khotbah, ceramah, dan pertemuan yang merongrong dan menyelewengkan ideologi negara, kewibawaan pemerintah atau menyebarkan rasa permusuhan dan perpecahan dalam masyarakat.

https://nasional.kompas.com/read/2018/09/12/11453751/hari-ini-dalam-sejarah-mengenang-tragedi-tanjung-priok

Terkini Lainnya

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Nasional
Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Nasional
Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Nasional
Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke