Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peringati Munir, Komnas HAM Ingin 7 September sebagai Hari Perlindungan Pembela HAM

Kompas.com - 07/09/2018, 14:42 WIB
Devina Halim,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Choirul Anam mengusulkan 7 September diperingati sebagai Hari Perlindungan Pembela HAM di Indonesia.

Tanggal tersebut merupakan tanggal kematian aktivis HAM Munir Said Thalib. Ia meninggal dunia dalam penerbangan dari Jakarta menuju Amsterdam pada 7 September 2004.

Memasuki tahun ke-14 sejak pembunuhan tersebut, pengusutan kasus untuk menemukan dalangnya masih belum terselesaikan. Meski, Presiden Joko Widodo telah menyatakan komitmennya untuk menuntaskan kasus tersebut.

Oleh sebab itu, penetapan hari peringatan bagi para aktivis HAM dilihatnya sebagai bentuk realisasi terkecil komitmen Jokowi.

Baca juga: Presiden dan Kapolri Diminta Tak Tunda Lagi Pengungkapan Kasus Munir

"Salah satu bentuk simbolisasinya adalah menjadikan 7 September sebagai Hari Perlindungan Pembela HAM di Indonesia," ujar Anam di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat (7/9/2018).

"Paling tidak itulah komitmen paling rendah dalam konteks kasus Munir," sambung dia.

Ia pun berharap, hari itu sekaligus menjadi peringatan agar kejadian serupa tidak terulang.

"Sehingga apa yang dialami oleh Cak Munir tidak pernah dialami oleh kita semua sampai kapanpun di negeri ini," tuturnya.

Baca juga: 14 Tahun Pembunuhan Munir, Ini Pesan Setara Institute untuk Pemerintah

Seperti diketahui, telah dibentuk Tim Pencari Fakta (TPF) untuk mencari kebenaran kasus tersebut. Namun, dokumen yang dikumpulkan oleh anggota TPF tidak jelas keberadaannya.

Mereka bekerja saat masa pemerintahan Presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pada era pemerintahan itulah dokumen tersebut diduga hilang.

Mantan Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra sebelumnya mengatakan, laporan hasil tim pencari fakta kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib diserahkan langsung ke Presiden SBY pada 2005.

Yusril menambahkan, tidak ada perintah dari SBY agar Sekretariat Negara mengarsipkan dokumen tersebut.

Baca juga: Aksi Kamisan ke-552 dan 14 Tahun Meninggalnya Munir...

SBY pun berkomentar. Ia menyebutkan naskah pertama diserahkan kepada SBY selaku Presiden secara simbolik.

Lalu, sisanya dibagikan ke pejabat terkait, yakni Kapolri, Jaksa Agung, Kepala BIN, Menkumham, dan Sekretaris Kabinet.

Hingga kini di era pemerintahan Presiden Joko Widodo, komitmen untuk mengusut kasus Munir pernah dilontarkan.

Untuk mewujudkannya, ia pun memerintahkan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo untuk menelusuri keberadaan dokumen teesebut.

Akan tetapi, hingga satu-satunya terpidana dalam kasus pembunuhan Munir, Pollycarpus Budihari Prijanto, resmi menghirup udara bebas, pencarian dokumen belum menemukan titik terang. Mantan pilot Garuda Indonesia tersebut bebas murni pada Rabu (29/8/2018).

Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly pada akhir November 2014 lalu, memberikan pembebasan bersyarat bagi Pollycarpus.

Pollycarpus saat itu menerima pembebasan bersyarat setelah menjalani 8 tahun dari 14 tahun masa hukumannya.

Kompas TV Kepala Bidang Advokasi Kontras Putri Kanesia mengatakan meskipun Pollycarpus bebas Kontras terus menagih pemerintah untuk mengumumkan dokumen.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com