JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Harjono menyebut, polemik mantan narapidana korupsi yang jadi bakal calon legislatif akan memengaruhi kepercayaan publik terhadap Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Pasalnya, sebagai penyelenggara pemilu, Bawaslu dan KPU tidak sejalan.
"Bagaimana penyelenggara sendiri nggak akur. Kan ini juga jadi masalah," kata Harjono di kantor DKPP, Jakarta Pusat, Senin (3/9/2018).
Baca juga: Bawaslu: Jumlah Bakal Caleg Mantan Koruptor Kemungkinan Bertambah
Untuk menyelesaikan polemik tersebut, DKPP berupaya mengadakan pertemuan dengan Bawaslu dan KPU, Rabu (5/9/2018).
Namun demikian, dalam pertemuan tersebut, DKPP hanya bertindak sebagai fasilitator.
Harjono mengatakan, pihaknya akan mendengarkan keterangan Bawaslu dan KPU terkait bacaleg mantan napi korupsi serta terkait PKPU nomor 20 tahun 2018 yang mengatur larangan mantan koruptor mendaftar sebagai caleg.
Jika Bawaslu atau KPU menarik argumentasinya, maka polemik dianggap selesai.
Baca juga: Tolak Putusan Bawaslu, KPU Tetap Coret Bakal Caleg Mantan Koruptor
Namun, jika kedua lembaga tersebut bersikukuh pada keputusannya, maka persoalan ini akan diselesaikan dengan menunggu putusan uji materi Mahkamah Agung.
PKPU No 20/2018 tengah diuji materi di MA dengan alasan bertentangan dengan UU Pemilu.
"Kalau salah satu kemudian menarik kehendaknya, ya oke. Tapi saya kan nggak bisa memaksa. Kalau nggak mau menarik, ya itu proses hukum MA," tutur Harjono.
Bawaslu meloloskan sejumlah mantan koruptor sebagai bakal caleg mengacu pada UU Pemilu yang tidak melarang mantan napi kasus korupsi menjadi caleg.
Sementara KPU RI tetap bertahan dengan keputusannya. KPU RI memerintahkan KPU daerah untuk menunda pelaksanaannya hingga ada putusan MA.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.