Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wakil Ketua MPR Kritik Pemerintah yang Enggan Tetapkan Gempa Lombok Jadi Bencana Nasional

Kompas.com - 20/08/2018, 23:35 WIB
Kristian Erdianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengkritik alasan pemerintah yang hingga saat ini belum menetapkan gempa bumi di Lombok sebagai bencana nasional.

Hidayat menilai tak pantas jika pemerintah menganggap penetapan bencana nasional akan mengganggu sektor pariwisata di Lombok.

"Sangat tidak pantas dong, masa hanya untuk kepentingan pariwisata kemudian ribuan korban terluka, ratusan korban yang meninggal kemudian puluhan ribu rumah yang rusak," kata Hidayat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (20/8/2018).

Baca juga: Aneh, Pak Jokowi Belum Tetapkan Gempa di Lombok sebagai Bencana Nasional

"Kondisi psikologis jutaan masyarakat bisa terganggu kemudian hanya dikorbankan untuk kepentingan pariwisata yang dalam tanda kutip itu kepentingan asing malah," tambahnya.

Hidayat memandang bahwa penetapan bencana nasional tidak akan mempengaruhi sektor pariwisata di Lombok.

Menurut dia, dunia internasional akan semakin mengapresiasi langkah pemerintah dalam mengatasi situasi pasca-gempa dengan adanya penetapan bencana nasional.

"Mereka melihat Indonesia betul-betul aman, damai, hidup rukun sehingga terjadilah sebuah empati yang begitu luar biasa. Mungkin mereka malah semakin jatuh cinta dengan Indonesia, sekaligus membawa bantuan untuk warga terdampak gempa di Lombok," kata politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.

Baca juga: BNPB: Masih Banyak yang Salah Kaprah Terkait Status Bencana Nasional

Hidayat pun berharap pemerintah segera menetapkan gempa di Lombok sebagai bencana nasional mengingat masyarakat yang mengungsi mengalami trauma dan kondisi psikologis yang harus ditangani secara cermat oleh pemerintah.

"Lebih cepat lebih baguslah. Kita juga enggak tahu jangan-jangan nanti malam ada gempa lagi. Warga di sana mengatakan, jangankan 6,9, skala 4 saja mereka sudah sangat ketakutan, traumanya sudah sangat luar biasa," kata Hidayat.

Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan alasan kenapa Presiden Joko Widodo hingga kini belum menetapkan gempa bumi di Lombok, Nusa Tenggara Barat sebagai bencana nasional.

Baca juga: Pemerintah Tidak Akan Tetapkan Bencana Nasional di NTB, Ini Alasannya...

Menurut dia, Presiden Jokowi khawatir pariwisata di Lombok dan sekitarnya akan terganggu jika status naik ke bencana nasional.

"Kalau pakai terminologi bencana nasional nanti travel warning, kan jadi repot," kata Luhut di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (20/8/2018).

Menurut dia, pemerintah sudah memiliki pengalaman sebelumnya mengenai penetapan bencana nasional ini.

Baca juga: DPRD NTB Surati Jokowi, Minta Gempa Lombok Jadi Bencana Nasional

"Pengalaman kita waktu di Bali begitu kita bilang bencana nasional, langsung, lari," kata Luhut yang tangannya bergerak menunjukkan tren penurunan.

Meski tak menetapkan gempa Lombok sebagai bencana nasional, namun Luhut memastikan bahwa penanganan yang dilakukan oleh pemerintah sudah maksimal.

Bahkan, Presiden Jokowi akan segera menerbitkan instruksi presiden (presiden) yang akan membuat penanganan gempa Lombok ini berjalan lebih terpadu.

"Supaya semua lebih terpadu penanganannya, kemudian standar-standar, presiden memberikan standar-standar," kata dia.

Kompas TV Presiden Joko Widodo menyampaikan jika sebuah Instruksi Presiden sedang disiapkan sebagai payung hukum penanganan bencana.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com