Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Laksamana Maeda: Nasib Saya Tidak Penting, yang Penting Kemerdekaan Indonesia

Kompas.com - 17/08/2018, 09:30 WIB
Kristian Erdianto,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kisah perjuangan kemerdekaan Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peran seorang perwira tinggi Angkatan Laut Jepang bernama Laksamana Muda Tadashi Maeda.

Ia dianggap berjasa menyelamatkan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Pada perayaan kemerdekaan 17 Agustus 1977, Pemerintah Indonesia menganugerahkan bintang jasa kepada Laksamana Maeda.

Penganugerahan itu disampaikan langsung oleh Duta Besar RI di Tokyo, Witono.

Lantas, apa peran Maeda sehingga ia disebut berjasa bagi Indonesia? Apa yang membuat Maeda justru mendorong Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan?

Baca juga: Siulan Rahasia Bung Karno dan Kecurigaan Belanda di Kota Ende

Menteri Luar Negeri pertama RI Ahmad Subardjo memiliki kenangan tersendiri dengan sosok Maeda.

Dalam tulisannya berjudul In Memoriam Laksamana Tadashi Maeda, Subardjo menyebut Maeda memiliki sifat samurai yang rela berkorban demi rakyat Indonesia.

Kenangan tersebut ia tulis setelah mendengar kabar wafatnya Maeda pada 14 Desember 1977.

"Pada detik-detik terpenting dalam melaksanakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Laksamana Maeda menunjukkan sifat samurai Jepang, yang mengorbankan diri dengan rela demi tercapainya cita-cita luhur dari rakyat Indonesia, yakni Indonesia merdeka," tulis Subardjo, seperti dikutip dari buku Seputar Proklamasi Kemerdekaan: Kesaksiaan, Penyiaran dan Keterlibatan Jepang, terbitan KOMPAS.

Baca juga: Mengapa Rumah Laksamana Maeda Dipilih sebagai Lokasi Penyusunan Teks Proklamasi?

Menurut Subardjo, Maeda pernah mendesak pimpinan Angkatan Laut Jepang Laksamana Shibata agar mengambil kebijakan yang menyimpang dari perintah Sekutu, yakni membiarkan Indonesia menyatakan kemerdekaannya.

Pada 14 Agustus 1945, Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Akibatnya, angkatan perang Jepang wajib tunduk terhadap segala perintah Komando Angkatan Perang Sekutu, khususnya untuk mempertahankan status quo.

Sekutu melarang Jepang mengubah keadaan di wilayah Indonesia, baik di bidang administrasi maupun di bidang politik.

Tugas Jepang hanya menjaga keamanan dan ketertiban umum. Dengan demikian, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia adalah peristiwa yang bertentangan dengan status quo.

Baca juga: Cerita Naskah Proklamasi dan Mesin Tik Milik Perwira Nazi

Maeda juga memiliki peran terkait peristiwa pengasingan Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok oleh para pemuda, beberapa hari sebelum proklamasi.

Saat itu, 16 Agustus 1945, Subardjo memberitahukan kepada Maeda bahwa Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tak dapat melakukan rapat di kawasan Pejambon (Jakarta Pusat) karena Soekarno dan Hatta telah dibawa para pemuda ke luar kota.

Mendengar hal itu, Maeda segera menyuruh perwira-perwira Angakatan Laut Jepang mencarinya.

Akhirnya, Subardjo mengetahui Soekarno dan Hatta berada di Rengasdengklok. Setelah menerangkan bahwa Maeda akan membantu pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan, Subardjo dapat membawa kembali Soekarno dan Hatta ke Jakarta.

Kemudian pada malam, 16 Agustus 1945, Soekarno, Hatta, Soebardjo dan anggota PPKI lainnya mulai menyusun teks Proklamasi.

Maeda meminjamkan rumahnya di Jalan Imam Bonjol sebagai tempat penyusunan teks.

Keesokan harinya, pukul 10.00 WIB, teks Proklamasi dibacakan oleh Soekarno.

Pengalaman Maeda Jelang Proklamasi

Dalam sebuah artikel dalam buku Seputar Proklamasi Kemerdekaan: Kesaksiaan, Penyiaran dan Keterlibatan Jepang, Maeda pernah mengungkapkan pengalaman pribadinya jelang Proklamasi Kemerdekaan.

Maeda mengungkap, pengalamannya dalam sebuah pertemuan di rumah Ahmad Subardjo, di Jalan Cikini Raya 82, Jakarta Pusat.

Menurut Maeda, sebelum tanggal 15 Agustus 1945, dia sudah dua kali meminta kepada Pemerintah Jepang agar memerdekakan Indonesia.

Namun, hingga Jepang kalah dari Sekutu, Maeda belum menerima jawaban yang diharapkannya.

Kemudian, ia berpendapat bahwa Bangsa Indonesia harus menyatakan kemerdekaannya sendiri.

Oleh sebab itu, Maeda tidak menghalangi saat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia menyusun teks proklamasi di kediamannya, pada 16 Agustus 1945 malam.

Menurut Maeda, tidak hanya pihak Angkatan Laut saja yang setuju dengan kemerdekaan Indonesia, tapi juga pihak Angkatan Darat Jepang.

Laksamana Jepang itu pernah dipenjara oleh pihak sekutu karena dianggap berperan dalam memerdekakan Indonesia.

Namun, Maeda membantah tuduhan tersebut. Kata dia, tidak mungkin orang seperti dirinya mampu menggerakkan 80 juta orang rakyat Indonesia untuk menyatakan kemerdekaan.

Ia mengaitkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dengan prinsip yang pernah dikemukakan oleh Presiden Amerika Serikat Wilson, bahwa setiap bangsa berhak menentukan nasibnya sendiri.

"Nasib saya sendiri tidak penting, yang penting adalah kemerdekaan Bangsa Indonesia," kata Maeda.

Akhirnya, Maeda dibebaskan oleh Sekutu dan kembali ke negerinya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com