Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rezim Orde Baru dan Politikus Kasta Paling Rendah

Kompas.com - 07/08/2018, 07:17 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tahun 1992 Laksamana Sukardi terpilih menjadi anggota DPR dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Ia menyadari keputusan politiknya membuat dirinya dicap sebagai oposisi politik Presiden Soeharto dan semua suprastruktur dan organisasi di belakangnya.

"Hampir tak ada pengusaha ataupun profesional yang mau menjadi oposisi rezim Orde Baru. Menjadi oposisi merupakan pilihan yang sangat berbahaya. Pemerintah tak punya toleransi terhadap oposisi," ungkap Laks dalam catatan pribadinya yang dituangkan ke dalam buku Di Balik Reformasi 1998.

Tak ada pula pegawai negeri sipil yang diperbolehkan menjadi anggota dan pendukung partai politik, selain anggota dan pendukung Golkar. Jika berlaku sebaliknya, PNS itu akan dikucilkan dan dipecat.

Baca juga: 3 Penasihat Internasional Gus Dur dan Kebingungan Laksamana Sukardi

Ada beragam respons negatif yang diterima Laks ketika memutuskan bergabung dengan PDI. Ia menyimpulkan, sistem politik Indonesia waktu itu, para politikus terbagi dalam tiga kasta. Kasta tertinggi ditempati Soeharto dan para anggota keluarganya.

Kasta kedua para anggota ABRi dan Golkar. Kasta terendah diisi politikus PDI dan PPP.

"Warga kasta politik terendah tak punya hak mendapatkan pekerjaan apa pun di pemerintahan. Organisasi dan kebijakan kasta terendah dikontrol dan diatur oleh suprastruktur yang diciptakan oleh Presiden Soeharto," papar Laks.

PDI dan PPP adalah contoh bagaimana kumpulan partai dipaksakan ke dalam dua partai. PDI merupakan gabungan Partai Nasional Indonesia, Partai Kristen Indonedis, Partai Katolik, dan Partai Musyawarah Rakyat Banyak.

Sedangkan PPP, hasil penggabungan Partai Nahdlatul Ulama, Partai Muslimin Indonesia, Partai Syarikat Islam Indonesia dan Partai Tarbiyah Islamiyah.

Baca juga: Cerita Sahabat tentang Perjalanan Gus Dur Menentang Orde Baru

"Penggabungan yang dipaksakan memudahkan pemerintah mengontrol dan menciptakan konflik internal. Kepengurusan partai harus mendapatkan restu dari pemerintah Soeharto," kata dia.

Soeharto akan menempatkan para pengurus yang berafiliasi dengannya untuk saling memata-matai di antara mereka sendiri.

Selain itu, rezim juga menciptakan kelompok-kelompok di luar pimpinan partai yang tugasnya mengganggu pimpinan partai itu sendiri.

"Apa yang lebih membingungkan ternyata banyak tokoh politik yang mau diadu domba dan dijadikan pelengkap penderita dalam sistem demokrasi yang hanya 'seolah-olah'," katanya.

Baca juga: Hari Ini 47 Tahun Lalu, Pemilu Legislatif Pertama Era Orde Baru

Kisah di atas merupakan salah satu catatan pribadi Laksamana Sukardi sejak 1990-2004 yang dibukukan dalam buku Di Balik Reformasi 1998. Buku yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas ini diluncurkan di Menara Imperium, Jakarta, Senin (6/8/2018).

Laks mengungkapkan banyak hal ketika ia berada di bawah bayang-bayang Orde Baru hingga pascatransisi Reformasi. Ia menekankan, buku ini menjadi sebuah pesan sejarah khususnya kepada generasi muda untuk memetik berbagai pelajaran dari era Orde Baru dan Reformasi saat ini.

Laksamana Sukardi lahir pada 1 Oktober 1956. Setelah Reformasi, lulusan Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung (ITB) ini dipercaya menjadi Menteri BUMN pada tahun 1999-2004. Ia juga pernah berkiprah sebagai Bendahara Umum PDI-P dan anggota DPR pada tahun 1992-1997.

Sebelumnya ia juga pernah berkarir sebagai Vice President Citibank pada 1981-1987 dan Managing Director Lippobank pada 1988-1993.

Kompas TV Budiman Sudjatmiko adalah aktivis muda saat masa penentangan Orde Baru atau dikenal dengan era reformasi tahun 1998.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com