Salin Artikel

Rezim Orde Baru dan Politikus Kasta Paling Rendah

"Hampir tak ada pengusaha ataupun profesional yang mau menjadi oposisi rezim Orde Baru. Menjadi oposisi merupakan pilihan yang sangat berbahaya. Pemerintah tak punya toleransi terhadap oposisi," ungkap Laks dalam catatan pribadinya yang dituangkan ke dalam buku Di Balik Reformasi 1998.

Tak ada pula pegawai negeri sipil yang diperbolehkan menjadi anggota dan pendukung partai politik, selain anggota dan pendukung Golkar. Jika berlaku sebaliknya, PNS itu akan dikucilkan dan dipecat.

Ada beragam respons negatif yang diterima Laks ketika memutuskan bergabung dengan PDI. Ia menyimpulkan, sistem politik Indonesia waktu itu, para politikus terbagi dalam tiga kasta. Kasta tertinggi ditempati Soeharto dan para anggota keluarganya.

Kasta kedua para anggota ABRi dan Golkar. Kasta terendah diisi politikus PDI dan PPP.

"Warga kasta politik terendah tak punya hak mendapatkan pekerjaan apa pun di pemerintahan. Organisasi dan kebijakan kasta terendah dikontrol dan diatur oleh suprastruktur yang diciptakan oleh Presiden Soeharto," papar Laks.

PDI dan PPP adalah contoh bagaimana kumpulan partai dipaksakan ke dalam dua partai. PDI merupakan gabungan Partai Nasional Indonesia, Partai Kristen Indonedis, Partai Katolik, dan Partai Musyawarah Rakyat Banyak.

Sedangkan PPP, hasil penggabungan Partai Nahdlatul Ulama, Partai Muslimin Indonesia, Partai Syarikat Islam Indonesia dan Partai Tarbiyah Islamiyah.

"Penggabungan yang dipaksakan memudahkan pemerintah mengontrol dan menciptakan konflik internal. Kepengurusan partai harus mendapatkan restu dari pemerintah Soeharto," kata dia.

Soeharto akan menempatkan para pengurus yang berafiliasi dengannya untuk saling memata-matai di antara mereka sendiri.

Selain itu, rezim juga menciptakan kelompok-kelompok di luar pimpinan partai yang tugasnya mengganggu pimpinan partai itu sendiri.

"Apa yang lebih membingungkan ternyata banyak tokoh politik yang mau diadu domba dan dijadikan pelengkap penderita dalam sistem demokrasi yang hanya 'seolah-olah'," katanya.

Kisah di atas merupakan salah satu catatan pribadi Laksamana Sukardi sejak 1990-2004 yang dibukukan dalam buku Di Balik Reformasi 1998. Buku yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas ini diluncurkan di Menara Imperium, Jakarta, Senin (6/8/2018).

Laks mengungkapkan banyak hal ketika ia berada di bawah bayang-bayang Orde Baru hingga pascatransisi Reformasi. Ia menekankan, buku ini menjadi sebuah pesan sejarah khususnya kepada generasi muda untuk memetik berbagai pelajaran dari era Orde Baru dan Reformasi saat ini.

Laksamana Sukardi lahir pada 1 Oktober 1956. Setelah Reformasi, lulusan Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung (ITB) ini dipercaya menjadi Menteri BUMN pada tahun 1999-2004. Ia juga pernah berkiprah sebagai Bendahara Umum PDI-P dan anggota DPR pada tahun 1992-1997.

Sebelumnya ia juga pernah berkarir sebagai Vice President Citibank pada 1981-1987 dan Managing Director Lippobank pada 1988-1993.

https://nasional.kompas.com/read/2018/08/07/07173001/rezim-orde-baru-dan-politikus-kasta-paling-rendah

Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke