PEKAN lalu, perhatian publik tersita oleh pertemuan dua koalisi politik. Pertemuan pertama adalah koalisi Jokowi yang berlangsung di Istana Bogor, Jawa Barat.
Pertemuan kedua adalah safari politik Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono yang secara maraton bertemu dengan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan.
Apa sinyal terang yang bisa kita lihat di balik dua pertemuan tersebut? Saya jabarkan dalam tulisan ini.
Rendang koalisi Jokowi
Pertemuan 6 partai politik pendukung Jokowi pada Senin (23/7/2018) malam digelar mendadak. Kabar pertemuan tersebar menjelang malam. Ketua Umum PPP Romahurmuzy menyebut menu pertemuan itu adalah “rendang koalisi”.
Apa yang dimaksud Romy, panggilan akrab Romahurmuzy, dengan “rendang koalisi”? Apakah karena rendang dinobatkan sebagai makanan paling enak nomor 1 di dunia sehingga yang diputuskan malam itu diyakini sebagai keputusan nikmat bagi seluruh rakyat Indonesia?
Atau, apakah kata rendang merujuk pada lemahnya elektoral di Sumatera Barat, asal makanan rendang, yang notabene memang masih menjadi pekerjaan rumah bagi koalisi Jokowi?
Di luar makna rendang, sesungguhnya ada sinyal terang yang terbentang dari hasil pertemuan tersebut. Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang mengatakan tak ingin membuka nama-nama cawapres yang dibicarakan dalam pertemuan tersebut. Yang pasti, kata dia, malam itu cawapres Jokowi telah mengerucut pada satu nama.
"Dibahas soal koalisi, koalisi kita bulat. Ini sudah diserahkan 100 persen ke Presiden ya soal nama cawapres, sudah mengerucut, sudah di tangan Presiden. Mungkin akan disampaikan dalam satu minggu ini. Saya enggak tahu ya, jangan saya yang umumkan," kata Oesman tentang pertemuan tersebut.
"Kita sudah solid ya, koalisinya bulat, mengerucutnya tinggal satu nama ya," kata Oesman lagi!
Romy pernah menginformasikan ada 10 nama yang dipertimbangkan Jokowi. Nama Romy adalah salah satunya. Sembilan nama lainnya adalah
Pertanyaannya, siapa satu nama yang sudah mengerucut itu?
Analisis isi media menjawabnya
Untuk menjawab ini, perlu analisis isi dari media. Bukan untuk melihat arah ideologi media seperti yang biasa dilakukan dengan metode ini, tapi untuk mengungkap sosok pendamping Jokowi yang namanya masih disembunyikan.
Meski namanya masih terus disimpan di saku Jokowi, kita bisa mengintipnya dari sejumlah pernyataan yang dikeluarkan para politisi koalisi Jokowi. Setelah pertemuan itu, ada pernyataan seragam yang dilontarkan: sosok calon pendamping Jokowi bukan berasal dari partai politik.
Hanya Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar yang meyakini sosok yang masih disembunyikan Jokowi itu berasal dari partai politik.
Non Parpol-Religius
Kata kunci yang bisa disarikan dari pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan pihak koalisi adalah non-parpol dan religius. Dari 10 nama di atas, sosok yang masuk kategori non-parpol dan religius adalah Mahfud MD, Din Syamsudin, dan Ma’ruf Amin.
Dalam setiap pemilu, basis politik calon merupakan elemen penting yang harus dipertimbangkan. Dari tiga nama itu, Ma’ruf Amin berpeluang kuat sebagai nama yang disimpan rapat di saku Jokowi. Selain Ketua Umum MUI, Ma’ruf juga merupakan Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Di luar 10 nama di atas, sosok Jusuf Kalla (JK) tetap tak boleh dilupakan. JK belakangan masuk sebagai pihak soal batas cawapres yang diajukan Perindo untuk diuji materil di MK. Baca juga: JK Dapat Restu Jokowi untuk Jadi Pihak Terkait Uji Materi Syarat Cawapres
SBY dan “king maker”
Di seberang Jokowi, dua pertemuan digelar oleh kubu oposisi pada Selasa (24/7/2018) malam. Ada yang menarik untuk disimak. Pertama, pertemuan berlangsung di kediaman SBY di Kuningan, Jakarta Selatan. Prabowo mengunjungi SBY.
Kedua, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), rekan koalisi Gerindra, tidak ikut dalam pertemuan ini. Seperti diketahui, PKS sudah punya nama yang disodorkan sebagai pendamping Prabowo. PKS baru dijadwalkan akan bertemu dengan SBY belakangan, Senin (30/7/2018) malam ini.
SBY mengatakan bahwa pertemuannya dengan Prabowo tidak membahas soal cawapres pendamping Prabowo. Bisakah kita percaya dengan pernyataan ini? Rasanya, sulit sekali untuk percaya.
Politik adalah soal simbol. Pertemuan yang berlangsung di kediaman SBY seolah menyiratkan bahwa SBY adalah “king maker”, penentu sosok cawapres Prabowo.
Siapakah sosok yang diusung SBY bagi Prabowo?
Sejumlah baliho Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang berdiri di sejumlah jalan utama, diantaranya di jalan Tol Bandara Soekarno-Hatta, Banten hingga di Jalanan Makassar, Sulsel, bukan tanpa alasan.
Akankah AHY yang diusung menjadi Cawapres bagi siapapun calon presiden dari oposisi nanti?
Kita tunggu hingga pendaftaran ditutup Jumat, 10 Agustus, pekan depan.
Saya Aiman Witjaksono.
Salam!