Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Petambak Udang Dipasena Merasa Diperas Perusahaan Milik Sjamsul Nursalim

Kompas.com - 26/07/2018, 17:54 WIB
Abba Gabrillin,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Petambak udang yang bekerja sama dengan PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT WM) dihadirkan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (26/7/2018).

Kelima petambak itu bersaksi untuk terdakwa mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung.

Baca juga: Petambak Udang Dipasena Sewa Brangkas untuk Simpan Sertifikat Tambak

Dalam persidangan, para petambak mengaku diperas oleh PT DCD dan PT WM. Kedua perusahaan itu milik Sjamsul Nursalim, pengusaha yang juga pemilik saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).

"Kami dijadikan seperti sapi perah dan bebek petelur," ujar Towilun, salah satu petambak udang.

Menurut Towilun, awalnya pada 1995 dia ditawarkan kerja sama oleh PT DCD. Namun, saat perjanjian kerja sama dilakukan, para petambak dikumpulkan dalam suatu ruangan.

Baca juga: Saksi Akui Audit BPK soal BPPN Tahun 2006 Tak Sampai Meneliti Utang Petambak

Para petambak diminta menandatangani perjanjian kerja sama tanpa diperbolehkan oleh pihak DCD untuk membaca surat perjanjian. Hal serupa juga terjadi saat petambak diminta menandatangani akta kredit.

Menurut Towilun, petambak dijanjikan kredit Rp 135 juta. Dalam pengarahan, petambak diberi tahu bahwa petambak dapat melunasi utang setelah bekerja selama 6-8 tahun dan setelah itu tambak dapat menjadi hak milik petani.

"Yang Rp 90 juta investasi perlengkapan budidaya. Yang Rp 45 juta buat modal kerja, beli pakan, beli telur dan kebutuhan hidup," kata Towilun.

Baca juga: Saksi Akui Kepala BPPN Instruksikan Agar Utang Petambak Tak Dibebankan ke Sjamsul Nursalim

Faktanya, setiap petambak tidak diberikan uang tunai Rp 135 juta. Dipasena memberikan secara bertahap berupa modal kerja dan investasi perlengkapan.

Setelah itu, menurut Towilun, petambak tidak pernah diberi tahu sampai kapan utangnya akan lunas. Petambak hanya diminta menyerahkan seluruh hasil tambak udang untuk dijual oleh PT DCD.

"Setelah udang panen, harus diserahkan pada perusahaan. Kami tidak menerima duit, hanya dokumen kertas," kata Towilun.

Baca juga: Hasil Kajian Akuntan Publik, Piutang BDNI kepada Petambak Tergolong Macet

Menurut Towilun, harga penjualan udang oleh PT DCD paling rendah mencapai Rp 181 juta dalam sekali panen. Namun, harga beli dari petambak jauh lebih murah.

Selain itu, perusahaan tidak pernah menjelaskan posisi utang para petambak. Menurut Towilun, apabila hal itu ditanyakan, petambak justru akan mendapat intimidasi dari pihak perusahaan.

Dalam persidangan, para petambak lainnya, yakni Lasim, Tugiyo dan Yusuf membenarkan apa yang dikatakan oleh Towilun.

Kompas TV Saksi pertama yang didengar keterangannya adalah Bambang Subianto, mantan Menteri Keuangan di kabinet reformasi pembangunan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com