Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Partai Demokrat seperti Menunggu "Bola Muntah"

Kompas.com - 12/07/2018, 06:14 WIB
Reza Jurnaliston,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Peneliti Senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris berpendapat, peluang kader Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) masih terbuka untuk menjadi cawapres.

Terutama jika ada parpol yang kecewa dengan Jokowi karena ketua umum dari salah satu parpol pendukung tidak diambil sebagai cawapres.

“Posisi Demokrat seperti menunggu 'bola muntah' dari setiap parpol yang beralih dari koalisi Jokowi dan Prabowo,” kata Syamsuddin saat dihubungi Kompas.com, Rabu (11/7/2018) malam.

Baca juga: Tunggu Cawapres Jokowi dan Prabowo, Ini Pertimbangan Demokrat

Sementara itu, kata Syamsuddin, begitu pula kubu Prabowo yang kemungkinan juga terjadi hal serupa. Ia juga menuturkan, postur koalisi Partai Gerindra juga belum menunjukkan kepastian.

“Jika PKS atau PAN kecewa karena Prabowo tidak jadikan kader mereka sebagai cawapres, maka partai yang kecewa tersebut bisa bergabung dengan Partai Demokrat membentuk koalisi atau poros ketiga,” ujar Syamsuddin.

Baca juga: Bertemu Ketum Golkar, Demokrat Bicarakan Pilkada dan Pilpres

Tak heran jika nanti pengumuman paslon capres dan cawapres terjadi pada tanggal 9 atau 10 Agustus, pada saat menjelang penutupan pendaftaran.

“Saya kira pengumuman (capres dan cawapres) di last minute,” ujar dia.

 

Terbentur "Presidential Treshold"

Sikap politik Partai Demokrat yang tak kunjung berkoalisi dengan kubu mana pun dinilai karena sedang menunggu kepastian dari nama calon pendamping bagi Joko Widodo dan Prabowo Subianto dalam Pilpres 2019 mendatang.

“Jadi Partai Demokrat saya kira dalam posisi menunggu dua kubu koalisi memutuskan pasangan calon untuk pilpres 2019,” katanya.

Baca juga: Belum Tentukan Sikap, Demokrat Tak Khawatir Kehilangan Daya Tawar

Syamsuddin menuturkan, Partai Demokrat tidak bisa sendiri mengusung pasangan calon dan perlu untuk berkoalisi untuk mengusung calon presiden dan calon wakil presiden pada Pilpres 2019.

“Hanya saja, Partai Demokrat memperoleh 10 persen, butuh tambahan parpol sebagai koalisi menghadapi Pilpres 2019, karena terbentur presidential treshold (ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden),” ujar Syamsuddin.

Aturan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential treshold) tertera di Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Baca juga: SBY: Saat Ini Demokrat Tidak Punya Calon Presiden

Yang mengatur parpol atau gabungan parpol harus mengantongi 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional untuk bisa mengusung pasangan capres dan cawapres pada 2019.

Diketahui bersama, untuk pemilu legislatif dan pemilu presiden 2019 yang digelar serentak, ambang batas yang digunakan adalah hasil pemilu legislatif 2014 lalu.

Partai Demokrat saat pemilu legislatif 2014 memperoleh 61 kursi DPR atau 10,9 persen sehingga perlu berkoalisi untuk memenuhi syarat 20 persen kursi DPR.

Kompas TV Simak dialognya dalam Sapa Indonesia Malam berikut ini
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com