JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Pembina Partai Hanura Wiranto mengungkapkan, konflik di internal Partai Hanura belum selesai 100 persen. Masih ada berbagai friksi yang terjadi di elite partai tersebut.
"Saya selaku Ketua Dewan Pembina selalu menganjurkan, udahlah dilakukan dengan musyawarah," ujarnya di Jakarta, Selasa (10/7/2018).
Wiranto yang juga pendiri Hanura meminta partai dikelola dengan damai dan pemikiran yang saling terbuka. Hal itu dinilai penting untuk menyelesaikan sisa-sisa konflik di Hanura.
Baca juga: Gugatan Kubu Daryatmo Ditolak, Hanura Kubu OSO Mantap Hadapi Pemilu
Selain itu, kata dia, para elite Hanura juga harus taat hukum. Seperti diketahui Hanura sempat memiliki dua kepengurusan yakni kubu dengan Ketua Umum Oesman Sapta Odang dan kubu dengan Ketua Umum Daryatmo.
Namun, berdasarkan SK Menteri Hukum dan HAM tanggal 17 Januari 2018, pengurus partai Hanura yang dinyatakan sah yakni Ketua Umum Oesman Sapta Odang (OSO) dan Sekjen Herry Lontung Siregar.
Keputusan itu pula yang menjadi acuan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjaring calon legislatif Partai Hanura kepengurusan OSO dan Herry Lontung Siregar.
Baca juga: Elektabilitas di Bawah 4 Persen, Hanura Tetap Optimistis Lolos ke DPR
Namun, belakangan muncul tudingan dari kubu OSO yang mengarah ke Wiranto.
Mantan Panglima ABRI itu dituding telah mempengaruhi KPU hingga Mahkamah Agung untuk mengakui kepengurusan berdasarkan SK Menkum HAM tanggal 12 Oktober 2017 dengan Ketua Umum Oesman Sapta dan Sekjen Syarifuddin Sudding.
Kepengurusan Hanura OSO dan Syarifuddin Sudding merupakan kepengurusan yang sah sebelum terbitnya SK Menkum HAM 17 Januari 2018. Namun akibat konflik, kedua elite Hanura itu pecah kongsi.
Baca juga: Pimpinan DPR Tunda Perombakan Fraksi Hanura
OSO lantas menggandeng Herry Lontung Siregar sebagai Sekjen. Sementara Syarifuddin Sudding menggandeng Daryatmo sebagai Ketua Umum.
Wiranto sendiri tidak menjelaskan arti taat hukum yang ia maksud. Apakah kepengurusan Hanura harus mengacu ke SK Menkum HAM 17 Januari 2018 atau SK Menkum HAM 12 Oktober 2017.
"Taat hukum itu merupakan suatu hal yang dilakukan saat kita sedang tidak cocok dengan yang lain. Maka kami harus berusaha masuk dalam satu konsep tadi. Konsep resolusi untuk bersatu. Dengan persatuan itulah kami dapat mencapai hasil baik," kata dia.