Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pilpres 2019, Penantang Jokowi Tak Lagi Prabowo Subianto

Kompas.com - 06/07/2018, 18:26 WIB
Reza Jurnaliston,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris berpendapat bahwa penantang Jokowi saat Pilpres 2019 bukan lagi Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.

“Prabowo menjadi calon presiden tinggal 50 persen,” ujar Syamsuddin saat Diskusi Publik bertema “Presidential Race: Siapa Lawan Tanding Jokowi” di kantor PARA Syndicate, Jakarta, Jumat (6/7/2018).

Syamsuddin menuturkan, saat ini kendala yang dihadapi Prabowo Subianto untuk maju sebagai calon Presiden dalam Pilpres 2019 cukup besar. Menurut dia, salah satunya adalah sumber modal biaya pencapresan.

Itulah, kata dia, yang melatarbelakangi kemudian Prabowo menggalang dana publik untuk pencalonannya.

Baca juga: Anies Diusulkan Jadi Capres, Gerindra Bersikeras Usung Prabowo

Diketahui, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menggalang donasi untuk mendukung perjuangan politiknya dan Gerindra. Penggalangan dana ini ia umumkan lewat akun Facebook resminya, Kamis (21/6/2018) malam.

“Ini bukan masalah yang sederhana, sepele ini masalah yang luar biasa, sebab dana pencapresan lebih dari Rp 1 triliun lah,” kata dia.

Kendala lainnya, kata Syamsuddin, adalah pembentukan koalisi oposisi sebagai lawan tanding Jokowi.

Menurut dia, kendala tersebut lebih pada persaingan antar elit di sekeliling Prabowo Subianto.

Baca juga: Jika Koalisi dengan Gerindra, PAN Setuju Prabowo Dipasang dengan Anies

“Kita tahu PKS menawarkan 9 calon cawapres, kemudian ketua umum PAN Zulkifli Hasan, lalu penjajakan yang tidak kenal putus dari Cikeas Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dipasangkan dengan pak JK (Jusuf Kalla), Anies Baswedan, dan Prabowo Subianto,” kata dia.

Hal ini, lanjut Syamsudin, menggambarkan sulitnya pembentukan konsensus atau kesepakatan politik. Ia menilai basis koalisi saat ini atas dasar pertimbangan kepentingan pragmatis semata.

“Sebab basis koalisi ini semata-mata kepentingan politik jangka pendek, tidak ideologis basisnya,” kata dia.

“Selama basis koalisi tidak ideologis, ya mudah satu masuk lain keluar. Kemudian bentuk koalisi lain, satu masuk lainnya keluar selamanya akan demikian,” Syamsuddin menambahkan.

Baca juga: Wacana Koalisi Gerindra dan Demokrat Buka Peluang AHY Jadi Cawapres Prabowo

Selain itu, Syamsuddin menuturkan koalisi politik saat ini tidak berbasis ideologi atau tidak didasarkan dengan visi platform politik yang sama.

Meski demikian, menurut dia, kubu Jokowi juga tak luput dari kondisi serupa.

“Ketika salah satu partai politik kecewa tidak diajak menjadi calon wakil presiden, potensi meninggalkan Jokowi masih tetap ada. Kenapa? Karena tidak ada pengikatnya,” kata dia.

“Yang main dua kaki saja didiamin sama Jokowi dengan kasus PAN yang main sana, main sini tetap didiamin oleh Pak Jokowi sehingga demikian memang koalisisnya bersifat fluids ya cair ini,” sambung dia.

Lebih lanjut, Syamsuddin berpendapat, pengumuman paslon capres dan cawapres sangat mungkin terjadi pada tanggal 9 atau 10 Agustus pada saat menjelang penutupan pendaftaran.

Kompas TV Sandiaga Uno menyebut nama Anies Baswedan mendapat dukungan dari kader Gerindra dan mitra koalisi lain.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com