Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kwik Kian Gie dan Rizal Ramli Jadi Saksi Sidang BLBI, Ini Kata Yusril

Kompas.com - 05/07/2018, 06:31 WIB
Reza Jurnaliston,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Pengacara mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung, Yusril Ihza Mahendra, menilai bahwa hadirnya dua mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuanganm dan Industri (Menko Ekuin) Kwik Gian Gie dan Rizal Ramli sebagai saksi dalam persidangan adalah hal yang biasa.

Kwik Gian Gie dan Rizal Ramli akan menjadi saksi yang dihadirkan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam sidang dugaan tindak pidana korupsi pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada Sjamsul Nursalim terkait pinjaman Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Kamis (5/7/2018).

"Mereka kan (Kwik Kian Gie dan Rizal Ramli) dihadirkan sebagai saksi fakta, bukan ahli di persidangan. Ini kita akan dengarkan fakta-fakta yang akan disampaikan,” ujar Yusril di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Rabu (4/7/2018).

Kwik Kian Gie adalah Menko Ekuin periode 1999-2000 dan Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK). Sementara itu, Rizal Ramli adalah Menko Ekuin sekaligus Ketua KKSK periode 2000-2001.

Baca: Kamis, Kwin Kian Gie dan Rizal Ramli Bakal Jadi Saksi di Sidang BLBI

Menurut Yusril, mereka tidak ada kaitan langsung dengan terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung.

Di sisi lain, Yusril menilai, audit investigasi BPK tahun 2017 yang digunakan KPK tidak dapat dijadikan dasar untuk menuntut dengan tuduhan merugikan keuangan negara.

Yusril mengatakan, kerugian bukan disebabkan penerbitan SKL (Surat Keterangan Lunas).

Namun, dalam audit BPK, kerugian negara terjadi akibat penjualan piutang BDNI kepada petani tambak.

"Kebijakan BLBI adalah saat Pak Soeharto (Presiden ke-2 RI), yang dipersoalkan mereka adalah Pak Syafruddin (Syafruddin Arsyad Temenggung) ini kongkalikong dengan Pak Sjamsul Nursalim dalam hal pemotongan jumlah utang tambak. Padahal, itu sudah diputuskan KKSK (Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan)," kata Yusril.

Baca juga: Pengacara Syafruddin Sebut Korupsi BLBI Terjadi Akibat Pengawasan BI yang Lemah

Berdasarkan perhitungan BPPN, BDNI (Bank Dagang Negara Indonesia) per 21 Agustus 1998 memiliki utang (kewajiban) sebesar Rp 47,258 triliun.

Sementara aset yang dimiliki BDNI adalah sebesar Rp 18,85 triliun termasuk di dalamnya utang Rp 4,8 triliun kepada petani tambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (DCD) dan PT Wachyuni Mandira (WM) milik Sjamsul Nursalim.

BPPN pada 27 April 2000 memutuskan utang petambak yang dapat ditagih adalah Rp1,34 triliun dan utang yang tidak dapat ditagih yaitu Rp3,55 triiun diwajibkan untuk dibayar kepada pemilik atau pemegang saham PT DCD dan PT WM.

Yusril menganggap bahwa jaksa telah keliru dalam memahami tanggung jawab kepada pemegang saham PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT WM).

"Dalam UU Persereoan Terbatas (PT) enggak ada tanggung jawab pemegang saham," kata dia.

"Dipasena (PT Dipasena Citra Darmadja) iya bertanggung jawab, tetapi bukan Nur Salim secara pribadi. Walaupun waktu itu ia pemegang saham sebanyak 3 kali," ucap Yusril.

Dalam kasus ini, Syafruddin didakwa merugikan negara sekitar Rp 4,5 triliun terkait penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI kepada Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI).

Menurut jaksa, perbuatan Syafruddin telah memperkaya Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali BDNI tahun 2004. Keuntungan yang diperoleh Sjamsul dinilai sebagai kerugian negara.

Jaksa menilai, Syafruddin selaku Kepala BPPN diduga melakukan penghapusan piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT WM).

Selain itu, Syafruddin disebut juga telah menerbitkan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham.

Padahal, menurut jaksa, Sjamsul Nursalim belum menyelesaikan kewajibannya terhadap kesalahan dalam menampilkan piutang BDNI kepada petambak, yang akan diserahkan kepada BPPN. Kesalahan itu membuat seolah-olah sebagai piutang yang lancar (misrepresentasi).

Kompas TV Sidang kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas BLBI dengan terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

Nasional
Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Nasional
Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Nasional
Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nasional
Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Nasional
Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Nasional
Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Nasional
[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

Nasional
Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Nasional
Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com