JAKARTA, KOMPAS.com - Bambang Subianto, mantan Menteri Keuangan pada periode 1998-1999 bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (6/6/2018).
Dia bersaksi untuk terdakwa mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung.
Dalam persidangan, Bambang menceritakan saat ia pernah menandatangani surat utang terkait dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sebesar Rp 144 triliun.
Angka tersebut diberikan oleh gubernur Bank Indonesia.
Padahal, menurut Bambang, saat itu ia tidak yakin dengan jumlah tersebut.
Meski demikian, menurut Bambang, surat utang wajib dibuat untuk menyelamatkan Bank Indonesia yang telah mengucurkan BLBI.
Surat utang itu sebagai jaminan bahwa pemerintah akan mengganti uang BI yang telah digunakan untuk menyelamatkan bank-bank bermasalah.
"Saya jadi terjepit dalam sebuah dilema. Kalau saya tidak keluarkan surat utang pemerintah untuk ganti BLBI, maka BI bisa bangkrut," kata Banbang.
Meski demikian, menurut Bambang, saat surat utang diterbitkan, ia membuat surat pengantar yang menyebut bahwa angka Rp 144 triliun itu hanya sementara.
Angka pasti mengenai jumlah tersebut harus diverifikasi oleh pihak independen.
"Itu makanya saya selamat, kalau tidak, pasti saya duduk di sini (jadi terdakwa), saya yakin," ujar dia.
Bambang mengatakan, dalam laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), ada beberapa puluh triliun rupiah dana BLBI yang tidak dapat dibuktikan, karena tidak disertai data pendukungnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.