Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tunda Pengundangan PKPU, Menkumham Dianggap Salah Gunakan Wewenang

Kompas.com - 23/06/2018, 09:19 WIB
Moh Nadlir,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly dianggap menyalahgunakan wewenangnya. Hal itu karena Yasonna menghambat pengundangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum yang mengatur larangan eks koruptor ikut Pileg 2019.

"Ini menurut saya bentuk penyalahgunaan wewenang oleh Menkumham. Menghambat proses reformasi birokrasi yang digiatkan pak Jokowi," kata Direktur Eksekutif Kolegium Jurist Institute (KJI) Ahmad Redi di Kantor KPU RI, Jakarta, Jumat (22/6/2018).

Penundaan pengundangan PKPU menjadi peraturan peraturan perundang-undangan itu juga dianggap tak punya dasar hukum.

"PKPU ini sesuatu yang urgent tidak bisa ditunda begitu panjang, proses penundaan oleh Menkumham itu tidak punya dasar hukum yang jelas," kata Redi.

Baca juga: Larangan Mantan Napi Korupsi Ditolak Pemerintah, Menkumham Di Bawah Tekanan?

Di dalam Undang-Undang nomor 11 tahun 2012 tentang Tata Urutan Perundang-undangan di Indonesia, pengundangan suatu peraturan sifatnya hanya administratif.

"Suka tidak suka, Kemenkumham harus melakukan pengundangan," kata Redi.

Penolakan Kementerian Hukum dan HAM untuk mengundangkan PKPU juga dinilai melampaui batas kewenangannya.

"Ini ranahnya cabang kekuassan lain Yudikatif," kata Redi.

Baca juga: Menkumham Tak Akan Tandatangani PKPU Larangan Mantan Napi Korupsi Jadi Caleg

Sebelumnya, Kemenkumham menegaskan, PKPU tersebut tak juga diundangkan menjadi peraturan perundang-undangan karena materinya bertentangan.

"Materinya bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi dan peraturan yang lebih tinggi. Itu pangkal masalahnya," kata Direktur Jenderal Perundang-undangan Kemenkumham Widodo Ekatjahjana melalui pesan singkatnya, Kamis (21/6/2018).

Kemenkumham memahami setiap Kementerian/Lembaga punya wewenang dan dasar hukum untuk membuat regulasi. Hanya, regulasi itu tak boleh bertentangan dengan putusan MK dan peraturan yang lebih tinggi.

"Lah terus kami menyelenggarakan pemerintahan bagaimana? Pasti akan kacau karena dengan dalih 'kami punya kewenangan untuk buat aturan'. Tapi dengan sengaja buat aturan yang menabrak putusan MK atau peraturan yang lebih tinggi," ucap Widodo.

Kompas TV Jalan tengah seperti apa yang bisa diambil agar upaya menciptakan anggota legislatif yang bersih dan berintegritas bisa terwujud?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com