JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang lebih memilih mematuhi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait pencalonan anggota legislatif.
Hal itu disampaikan Oesman menanggapi larangan mantan koruptor menjadi calon anggota legislatif (caleg) yang tercantum dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).
"Kalau saya tentu undang-undang, karena KPU di bawah perintah undang-undang. KPU bikin aturan bisa diubah, undang-undang mengubahnya harus ada paripurna," kata Oesman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2018).
Ia juga meminta KPU mematuhi Undang-undang Pemilu dalam membuat PKPU sehingga tidak bertentangan. Apalagi, lanjut Oesman, secara kedudukan, PKPU berada di bawah undang-undang.
Baca juga: Jokowi Minta KPU Telaah Lagi Larangan Mantan Napi Korupsi Nyaleg
Dalam Pasal 240 Ayat 1 huruf g dinyatakan, seorang mantan narapidana yang telah menjalani masa hukuman selama lima tahun atau lebih boleh mencalonkan diri selama yang bersangkutan mengumumkan kepada publik secara jujur dan terbuka bahwa dirinya pernah berstatus sebagai narapidana.
Dengan demikian, mantan narapidana korupsi pun bisa mencalonkan diri sebagai caleg.
"Jadi harus dibedakan undang-undang dengan perda, PKPU, dan apa segala macam itu yang di bawahnya," lanjut dia.
Baca juga: KPK Dukung KPU Larang Mantan Napi Korupsi Ikut Pileg 2019
KPU akan tetap menerbitkan Peraturan KPU (PKPU) soal larangan eks narapidana kasus korupsi mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. KPU pun siap menghadapi proses hukum jika PKPU itu nantinya digugat ke Mahkamah Agung.
Draf PKPU tersebut sudah diserahkan ke Kementerian Hukum dan HAM untuk disahkan
"Lebih baik kami kalah apabila digugat dari pada kami tidak mengeluarkan aturan ini," kata Komisioner KPU Wahyu Setiawan.