Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Larangan Mantan Napi Korupsi Ditolak Pemerintah, Menkumham Di Bawah Tekanan?

Kompas.com - 22/06/2018, 20:08 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari menilai adaada kekua politik yang menekan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly agar tidak segera mengundangkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) mengenai larangan mantan narapidana korupsi mendaftarkan diri sebagai calon legislator.

"Pak Menteri (Yasonna) itu adalah orang yang paham dan tahu hukum. Dia S1, S2 dan S3-nya itu di hukum. Dia tahu betul apa yang ia baca," ujar Feri dalam acara diskusi di bilangan Jakarta Selatan, Jumat (22/6/2018).

"Tapi ini bukan soal itu. Ini soal desakan politik kepada dia. Soal teori hukumnya, saya yakin dia mengetahui, memahami. Sekali lagi ini soal kekuatan politik di belakang si menteri," lanjut dia.

Maka, tidak heran apabila Menteri Yasonna yang sekaligus politikus PDI Perjuangan itu hingga saat ini tidak segera mencatatkan PKPU larangan eks koruptor nyaleg ke lembaran atau berita negara.

Baca juga: PKPU Larangan Mantan Napi Korupsi Jadi Caleg Akan Diundangkan jika...

Feri melanjutkan, harapan publik saat ini ada di KPU. KPU sebagai penyelenggara Pemilu harus percaya diri untuk langsung memberlakukan PKPU tersebut meskipun Kemenkumham tak mengundangkannya.

Sebab menurut peraturan perundangan, PKPU tidak wajib dicatatkan pada lembaran atau berita negara.

"Mudah-mudahan setelah disampaikan bahwa ada pasal yang memberikan tenggat 10 hari jika pejabat negara tidak melakukan pengundangan atau tindakan administrasi bisa tetap berlaku, kepercayaan diri KPU muncul. Jadi mereka yakin apa yang dibuat itu sudah sah," ujar Feri.

Persoalan nantinya PKPU tersebut rentan digugat, Feri menilai, meskipun telah diundangkan oleh Kemenkumham pun, PKPU tersebut tetap akan digugat ke Mahkamah Agung (MA).

Baca juga: Langkah KPU Larang Mantan Napi Korupsi Jadi Caleg Terganjal Pemerintah

"Pasti rawan digugat. Diundangkan saja akan digugat orang. Jadi sesuatu yang baik, akan ada orang buruk yang menggugatnya, sesuatu yang buruk akan ada orang baik yang menggugatnya. Jadi peraturan perundangan memang tidak ada yang memuaskan. Tapi dalam negara demokrasi, ini biasa saja," ujar Feri.

Sebelumnya, Kemenkumham menegaskan, PKPU tersebut tak juga diundangkan menjadi peraturan perundang-undangan karena materinya bertentangan dengan undang-undang.

"Materinya bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi dan peraturan yang lebih tinggi. Itu pangkal masalahnya," kata Direktur Jenderal Perundang-undangan Kemenkumham Widodo Ekatjahjana melalui pesan singkatnya, Kamis (21/6/2018).

KPU menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan sejumlah pakar hukum tata negara, Jumat sore. KPU meminta pandangan terkait sikap Kementerian Hukum dan HAM yang menolak aturan larangan mantan koruptor menjadi calon anggota legislatif.

Ketua KPU RI Arief Budiman mengatakan, pihaknya ingin mengundangkan secara mandiri PKPU yang mengatur larangan mantan narapidana kasus korupsi ikut Pileg 2019.

"Kelamaan menunggu Kemenkumham," ujar Arief di Kantor KPU RI, Jakarta, Jumat.

Kompas TV Jalan tengah seperti apa yang bisa diambil agar upaya menciptakan anggota legislatif yang bersih dan berintegritas bisa terwujud?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com