JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Zakat Nasional (Baznas) menggandeng Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk mencegah penyaluran zakat ditunggangi kepentingan politik praktis.
Kesepahaman kedua lembaga itu tertuang di dalam nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) yang ditandatangi oleh Ketua Baznas Bambang Sudibyo dan Ketua Bawaslu Abhan.
"Anggota Baznas tidak boleh melakukan kegiatan politik praktis," ujar Bambang dalam sambutannya di Kantor Bawaslu, Jakarta, Jumat (8/6/2018).
Baca juga: Potensi Triliunan Zakat Disebut Belum Terkelola Maksimal
Ia mengatakan, sejak adanya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, maka zakat sudah menjadi kewenangan negara.
Negara, kata dia, lantas menyerahkan tanggung jawab pengelolaan zakat tersebut kepada lembaga Badan Zakat Nasional (Baznas).
Oleh karena itu, Baznas memiliki tugas besar yakni mengelola zakat dari masyarakat yang angkanya sangat besar.
Baca juga: Penerimaan Zakat Meningkat, Baznas Sebut Dapat Kurangi Kemiskinan
Dengan amanat besar tersebut, pengelolaan zakat harus bebas dari kepentingan politik.
"Kami juga sudah mengeluarkan kode etik, tidak boleh lakukan politk praktis," kata Bambang.
Di tempat yang sama, Ketua Bawaslu Abhan menilai MoU dengan Baznas sangat penting. Sebab, dana yang dikelola sangat besar yakni mencapai Rp 7-8 triliun pada tahun ini.
"Dana besar ini jangan tercederai oleh pejabat amil zakat yang tidak netral," kata dia.
Baca juga: Heboh Surat Edaran Lurah Minta RT Kumpulkan Zakat Minimal Rp 1 Juta...
Di tengah situasi jelang Pilkada 2018 dan Pileg dan Pilpres 2019, netralitas anggota badan zakat sangat penting.
Jangan sampai pengelolaan zakat justru ditunggangi oleh kepentingan politik untuk memperoleh keuntungan elektoral orang atau partai politik tertentu.
Anggota Baznas yang tak netral diharapkan ikut dilaporkan kepada Bawaslu sehingga penyelenggara itu bisa mengambil tindakan untuk menjerat pihak-pihak yang terkait dengan pelanggaran pemilu.