Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Jaringan Advokasj Tambang Merah Johansyah.
Ia memandang bahwa persoalan krisis lingkungan hidup akibat kegiatan penambangan belum jadi perbincangan utama oleh calon kepala daerah, baik dalam kampanye atau debat pilkada.
"Mereka hanya membicarakan hal yang populer seperti pendidikan, infrastruktur, kesehatan, tapi mereka tak bicara soal pentingnya penanganan krisis dan kebijakan lingkungan hidup," kata Merah.
Baca juga: Di Sektor Tambang, Indonesia bak Gadis Cantik bagi Investor
Kualitas kampanye politik peserta Pilkada dinilainya telah mengesampingkan persoalan krisis lingkungan hidup.
"Krisis ekologis belum jadi perbincangan para calon kepala daerah. Krisis di berbagai daerah ini sesungguhnya tidak jadi perdebatan ketika debat berlangsung," katanya.
Mengacu pada kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Merah menjelaskan biaya politik untuk menjadi calon kepala daerah tingkat bupati dan wali kota berkisar antara Rp 10 miliar hingga Rp 30 miliar. Sementara untuk mengincar kursi gubernur, dibutuhkan biaya hingga Rp 100 miliar.
Baca juga: Rupiah Makin Melemah, Tambang Batubara Paling Diuntungkan
"Sementara ketika dicek laporan harta kekayaan mereka hanya berkisar Rp 6 miliar sampai Rp 7 miliar. Ada peluang bagi para sponsor (perusahaan tambang) dan makelar politik memberikan sponsor kepada para calon wali kota, bupati dan gubernur," kata dia.
Merah menganggap jika para peserta kontestasi pemilihan tak peduli menjadikan krisis lingkungan sebagai visi dan misi mereka, maka politik elektoral tak akan membawa perbaikan bagi rakyat dan lingkungan hidup.
"Politik elektoral akan tidak banyak gunanya bagi rakyat yang menghadapi krisis sosial ekologis," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.