Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW: Larangan Eks Koruptor Jadi Caleg Adil untuk Rakyat

Kompas.com - 25/05/2018, 10:30 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Sikap Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang tetap ingin melarang eks koruptor menjadi calon legislatif dalam Pemilu 2019 diapresiasi.

Peneliti Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas Sjafrina mengatakan, sikap KPU itu merupakan langkah progresif di tengah masih maraknya praktik korupsi di Indonesia.

Apalagi, rancangan peraturan KPU tersebut belum disepakati bulat oleh pemerintah, DPR, dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

"Kami justru sangat mengapresiasi langkah progresif KPU. Apalagi, kalau KPU tetap memasukkan larangan ini dalam Peraturan KPU di tengah ketidaksepakatan dengan Bawaslu, DPR, dan pemerintah," ujar Almas kepada Kompas.com, Jumat (25/5/2018).

Baca juga: Di DPR, KPU Sendirian Melawan Eks Koruptor...

Menurut ICW, KPU sebagai penyelenggara pemilu memang harus menjaga kualitas pemilu dengan cara menghadirkan calon wakil rakyat yang setidaknya tidak pernah terlibat kejahatan luar biasa.

Soal bahwa eks narapidana korupsi sudah menjalani hukumannya, Almas menegaskan, hal itu memang konsekuensi dari apa yang dia perbuat.

"Yang penting, KPU sebagai penyelenggara negara sudah menjaga kualitas pemilu dengan cara menghadirkan calon legislator yang paling tidak, tidak pernah dipenjara karena perkara korupsi yang merupakan kategori kejahatan luar biasa. Jadi, tentang dia itu boleh ikut pileg atau tidak, berbeda dengan dia yang sudah selesai menjalani hukuman," ujar Almas.

Baca juga: KPK Tegaskan Larangan Napi Koruptor "Nyaleg" Harus Dipertahankan

Ia menegaskan, orientasi sebuah peraturan haruslah ditujukan kepada rakyat. Larangan tersebut dinilai sebagai sebuah peraturan yang adil bagi rakyat.

"Ini adil untuk pihak yang lebih luas, yakni publik atau pemilih. Aturan ini pun kami harapkan juga dapat mencegah legislator yang terpilih ke depan melakukan korupsi," ujar dia.

Rapat Dengar Pendapat di Komisi II DPR terkait penyusunan Peraturan KPU, Senin (22/5/2018), memutuskan eks terpidana korupsi diperbolehkan mendaftar sebagai caleg.

Baca juga: Ray Rangkuti: Tidak Ada Eks Koruptor yang Bertobat

Hal itu menjadi kesimpulan Rapat Dengar Pendapat Komisi II dan KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Kementerian Dalam Negeri yang berlangsung di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (22/5/2018).

"Komisi II DPR, Bawaslu, dan Kemendagri menyepakati aturan larangan mantan napi korupsi dikembalikan peraturannya pada Pasal 240 Ayat 1 huruf g Undang-Undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu," kata Wakil Ketua Komisi II Nihayatul Mafiroh saat membacakan kesimpulan rapat.

Atas keputusan tersebut, Komisioner KPU Viryan Aziz menegaskan, KPU tetap berpegang pada rancangan Peraturan KPU yang melarang mantan narapidana kasus korupsi ikut Pileg 2019.

"KPU tetap pada draf peraturan yang sudah dibuat. Kami tetap melarang mantan napi korupsi jadi caleg," ujar Aziz.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Duka di Hari Pendidikan, Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior

Duka di Hari Pendidikan, Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com