Di samping sosok Trump yang sering menghadirkan manuver di dunia internasional, isu Jerusalem memang menjadi titik panas dinamika diplomasi antarnegara.
Jerusalem tidak sekadar lokasi, ibu kota, atau bahkan batas wilayah. Lebih dari itu, Jerusalem menjadi simbol, representasi dari klaim keagamaan sekaligus referensi religiusitas. Di setiap derap sejarah, Jerusalem mencatatkan air mata.
Di kota ini, selama ribuan tahun umat manusia saling mengklaim untuk mempertahankan kekuasaan sekaligus legitimasi spiritualitasnya.
Baca juga: Trump Ingin Israel Akui 4 Wilayah di Yerusalem Timur Ini Milik Palestina
Jerusalem menjadi rujukan anak-anak Ibrahim, untuk menancapkan tonggak kekuasaan wilayahnya seraya memburu ruang spiritualitas dari tiga agama, yaitu Yahudi, Nasrani, dan Islam.
Tentu saja, itu sejarah panjang dengan berbagai warna, polemik hidup, serta kontestasi kekuasaan menjadi bagian dari dinamika di kota ini.
Selain itu, status kota Jerusalem juga menjadi inti permasalahan yang melatarbelakangi konflik panjang antara Israel dan Palestina.
Israel menyatakan bahwa Yerusalem sebagai ibukota mereka yang "abadi dan tak terbagi". Sementara, pada sisi lain, Palestina menegaskan bahwa Jerusalem Timur—yang dikuasai Israel sejak perang Timur Tengah pada 1967—merupakan ibu kota negara mereka pada masa lalu.
Langkah Trump yang mendukung penetapan Jerusalem sebagai Ibu Kota Israel serta menggeser kantor Kedutaan Besar Besar Amerika dari Tel Aviv ke Jerusalem merupakan langkah politis.
Manuver Donald Trump ini menghadirkan kecaman dari berbagai negara di beberapa belahan dunia. Padahal, pada era-era sebelumnya, Pemerintah Amerika Serikat bersikap netral, dalam konteks isu Jerusalem sebagai Ibu Kota Israel.
Majelis Umum PBB juga mengeluarkan resolusi yang mendesak pemerintah Amerika Serikat menarik keputusan terkait status Jerusalem sebagai Ibu Kota Israel pada pengujung 2017.
Baca juga: Voting di Majelis Umum PBB soal Yerusalem, 128 Negara Menentang AS
Pada sesi pemungutan suara, sebanyak 128 negara mendukung resolusi, sedangkan 9 negara menentang, dan 35 negara abstain. Ini menggambarkan betapa mayoritas negara tidak setuju dengan langkah pemerintah Amerika Serikat dalam kasus Jerusalem.
Namun, pemerintah AS tetap fokus pada keputusannya. Pemerintah Amerika Serikat tetap membuka kantor Kedutaan Besar di Jerusalem, Senin pekan lalu.
Beberapa pejabat penting dan representasi Pemerintah Amerika Serikat hadir pada momentum itu, yakni Menteri Keuangan Steven Mnuchin, Wakil Menteri Luar Negeri John Sullivan, serta pasangan Ivanka Trump dan Jared Kushner yang menjadi penasihat Gedung Putih.
Strategi Jokowi
Merespons kebijakan pemerintah AS atas penetapan Jerusalem sebagai Ibu Kota Israel, Pemerintah Indonesia menyampaikan maklumat resmi.