Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus BLBI, Pengacara Eks Kepala BPPN Nilai Audit BPK Tak Sesuai Prosedur

Kompas.com - 21/05/2018, 12:49 WIB
Abba Gabrillin,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengacara terdakwa mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung menyampaikan nota keberatan atau eksepsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (21/5/2018).

Dalam eksepsi, pengacara Syafruddin menilai bahwa kerugian negara Rp 4,5 triliun yang dilaporkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) diperoleh atas audit investigasi yang tidak sesuai prosedur.

"Laporan audit investigatif BPK pada 25 Agustus 2017 tidak memenuhi standar pemeriksaan keuangan," ujar pengacara Syafruddin, Ahmad Yani, saat membacakan eksepsi.

Menurut Ahmad Yani, audit atas permintaan Komisi Pemberantasan Kourpsi (KPK) itu tidak sesuai dengan Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2017. Sebab, menurut Ahmad Yani, audit BPK tidak melibatkan pihak BPPN seperti ketua, wakil ketua maupun anggota.

Baca juga: Bantah Rugikan Negara dalam BLBI, Mantan Kepala BPPN Ajukan Eksepsi

Dengan kata lain, menurut Ahmad Yani, dalam pemeriksaan BPK tidak melibatkan terperiksa atau pihak yang bertanggung jawab dari BPPN.

Padahal, dalam audit BPK tahun 2002 dan 2006, pihak terperiksa diberikan kesempatan untuk memberikan tanggapan.

Menurut Ahmad Yani, pada audit tahun 2017, BPK membuat kesimpulan menggunakan data sekunder, bukan data primer dari sumber langsung yang diperiksa.

"Tidak ada yang diperiksa, maka bagaimana pemeriksa BPK dapat independen, obyektif, dan profesional meneliti bukti permulaan?" kata Ahmad Yani.

Sebelumnya, Syafruddin didakwa merugikan negara sekitar Rp 4,5 triliun terkait penerbitan SKL BLBI.

Baca juga: Syafruddin Temenggung Klaim yang Dilakukannya di BPPN Sesuai Aturan

Menurut jaksa, perbuatan Syafruddin telah memperkaya Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) tahun 2004. Keuntungan yang diperoleh Sjamsul dinilai sebagai kerugian negara.

Menurut jaksa, Syafruddin selaku Kepala BPPN diduga melakukan penghapusan piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT WM). Selain itu, Syafruddin disebut telah menerbitkan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham.

Padahal, menurut jaksa, Sjamsul Nursalim belum menyelesaikan kewajibannya terhadap kesalahan dalam menampilkan piutang BDNI kepada petambak, yang akan diserahkan kepada BPPN. Kesalahan itu membuat seolah-olah sebagai piutang yang lancar (misrepresentasi).

Kompas TV KPK kembali memeriksa mantan Menteri Koordinator Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro Jakti dalam kasus penerbitan surat keterangan lunas BLBI.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Nasional
KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

Nasional
KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

Nasional
Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Nasional
Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Nasional
Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nasional
Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Nasional
Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Nasional
Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Nasional
[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com