JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua DPR Fadli Zon tidak sepakat dengan rencana Presiden Joko Widodo menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) untuk merevisi UU Antiterorisme.
Hal itu disampaikan Fadli menanggapi rencana Presiden menerbitkan Perppu jika revisi Undang-undang Terorisme tak selesai pada Juni 2018.
"Perppu itu menurut saya tak diperlukan. Karena dalam pembahasan ini, ini sudah mau final, bahkan pada masa sidang lalu pun sebetulnya bisa disahkan. Tapi pemerintah yang menunda. Jangan kebolak-balik," kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (14/5/2018).
Baca juga: Jika pada Juni RUU Antiterorisme Belum Selesai, Jokowi Terbitkan Perppu
Ia memastikan akan ada pro dan kontra dalam di DPR jika Presiden menerbitkan Perppu Antiterorisme.
Menurut Fadli, saat ini tak ada kekosongan hukum untuk menangani terorisme di Indonesia sehingga Perppu tak diperlukan.
Fadli meminta pemerintah segera menyelesaikan perdebatan di internal mereka terkait definisi terorisme. Sebab, saat ini di internal pemerintah muncul perbedaan definisi terorisme.
Saat ini ada sebagian pihak di pemerintah yang mendefinisikan terorisme harus disertai motif politik dan sebaliknya.
"Undang-undang tentang Antiterorisme itu sudah ada, jadi bukan kekosongan. Yang sekarang ini revisi undang-undang ini adalah revisi terhadap undang-undang yang sudah ada itu. Jadi payung hukum udah jelas," lanjut Fadli.
Baca juga: Koalisi Pemerintah Sepakat Tidak Terbitkan Perppu Antiterorisme
Presiden Jokowi sebelumnya meminta DPR dan kementerian terkait untuk mempercepat revisi UU Antiterorisme.
Jika RUU Antiterorisme itu tidak rampung dalam Juni mendatang, Presiden Jokowi akan menerbitkan perppu.
Presiden Jokowi mengatakan, revisi UU ini sudah diajukan pemerintah kepada DPR pada Februari 2016 yang lalu.
Revisi UU ini merupakan sebuah payung hukum yang penting bagi aparat Polri untuk bisa menindak tegas terorisme dalam pencegahan maupun dalam penindakan.
Baca juga: Kapolri Berharap Polisi Bisa Menindak Mereka yang Kembali dari Suriah
Sementara itu, Kepala Polri Jenderal Pol Tito Karnavian mengatakan, pihaknya berharap diberi kewenangan baru dalam pemberantasan terorisme.
Kapolri memberi contoh kendala dalam penindakan terhadap mereka yang kembali ke Indonesia dari daerah konflik seperti Suriah.
Tidak ada aturan yang memberi kewenangan Polri untuk menindak mereka terkait aksi terorisme.