Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahli Hukum yang Dihadirkan Fredrich Tak Setuju Korupsi Disebut Kejahatan Luar Biasa

Kompas.com - 14/05/2018, 17:36 WIB
Abba Gabrillin,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Muzakir dihadirkan sebagai ahli dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (14/5/2018).

Muzakir dihadirkan oleh terdakwa Fredrich Yunadi sebagai ahli yang meringankan.

Dalam persidangan, Muzakir secara terang-terangan menyatakan tidak setuju dengan sikap Indonesia yang menilai tindak pidana korupsi secara umum sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime).

Baca juga: Menurut Saksi, Istri Novanto Tak Mau Tanda Tangan Setelah Lihat Fredrich Menolak

Hal itu dia katakan saat menjawab pertanyaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Saya menolak korupsi disebut sebagai extraordinary crime. Menurut ahli (saya), Indonesia mengategorikan extraordinary karena pengaruh reformasi saja, waktu itu ramai soal KKN," ujar Muzakir.

Menurut Muzakir, tindak pidana korupsi awalnya diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Undang-undang tersebut dibentuk sebagai aturan pidana umum.

"Bahaya, karena sumbernya UU KUHP. Delik biasa tiba-tiba berubah jadi khusus. Dari argumen hukum ini enggak bisa," kata Muzakir.

Baca juga: Fredrich Yunadi Ingin Hadirkan Ahli yang Sangat Paham soal KPK

Selain itu, menurut Muzakir, istilah kejahatan luar biasa seharusnya didasarkan pada tingkat korupsi yang dilakukan. Misalnya, penyebutan luar biasa apabila korupsi yang dilakukan di atas Rp 1 triliun.

Dengan demikian, menurut Muzakir, korupsi yang skalanya lebih kecil dari Rp 1 triliun cukup disebut sebagai kejahatan biasa saja.

"Sekarang yang disebut extraordinary crime dalam dunia internasional itu dinilai dari nilai korupsinya," kata Muzakir.

Baca juga: Jadi Saksi Meringankan untuk Fredrich, Boyamin Mengaku Awalnya Bermusuhan

Muzakir mengatakan, ia pernah menyarankan agar kewenangan khusus yang diberikan undang-undang kepada KPK dapat dihapus.

Jika tidak dihapus, Muzakir berpendapat bahwa semestinya kewenangan khusus itu diberikan juga kepada jaksa dan kepolisian.

Selain itu, KPK dibatasi hanya menangani korupsi yang nilainya lebih dari Rp 1 triliun.

Kompas TV Bimanesh menyebutkan kecelakaan mobil yang ditumpangi Setya Novanto merupakan rekayasa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com