Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bahas Pilkada, Komnas HAM Akan Undang Penyelenggara, Pemerintah, hingga Polri

Kompas.com - 09/05/2018, 21:29 WIB
Moh Nadlir,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Amiruddin Al Rahab mengatakan, Komnas HAM akan mengundang penyelenggara pemilu, serta pemerintah dan Polri.

Pertemuan itu untuk membahas potensi hilangnya hak pemilih dan pelanggaran hak politik warga negara pada Pilkada Serentak 2018 pada 27 Juni 2018.

"Minggu depan akan kami undang, duduk bersama di di Komnas HAM. Undang KPU, Bawaslu, Kemendagri dan Polri, jalan keluarnya apa?" ujar Amiruddin di Kantornya, Jakarta, Rabu (9/5/2018).

Sebelum itu, Komnas HAM akan terlebih dulu mengirimkan hasil pemantauan pilkada yang telah dilakukan di sejumlah daerah.

"Temuan ini akan kami sampaikan ke KPU, Bawaslu dan Kementerian Dalam Negeri dalam waktu segera," kata Amiruddin.

Menurut Amiruddin, langkah tersebut diambil pihaknya untuk memberikan saran perbaikan bagi penyelenggaraan pesta demokrasi daerah tersebut.

"Laporan ini juga tantangan buat negara, makanya kami sampaikan sekarang agar cepat diambil langkah-langkah," kata Amiruddin.

"Kalau disampaikan seminggu sebelum pilkada kan sudah enggak ada waktu lagi. Mumpung ada waktu dua bulan, moga-moga sebulan ke depan ada langkah," tuturnya.

Baca juga: Ini Empat Temuan Komnas HAM Jelang Pilkada Serentak 2018

Diketahui ada sejumlah temuan Komnas HAM jelang penyelenggaraan Pilkada serentak 2018.

Pertama, masalah dan potensi hilangnya hak pilih warga negara yang berusia 17 tahun atau yang sudah/pernah kawin yang belum memiliki e-KTP atau surat keterangan (Suket) pengganti e-KTP.

Komnas HAM mencermati adanya ratusan ribu pemilih yang dicoret dari daftar pemilih sementara yang telah ditetapkan menjadi daftar pemilih tetap

Kedua, masih ditemukan situasi dan praktik ujaran kebencian serta diskriminasi berbasis ras, etnis, dan agama di wilayah-wilayah yang menggelar Pikada 2018.

Hasil pantauan Komnas HAM, di Pilkada Kabupaten Garut ditemukan fakta adanya ujaran kebencian terhadap salah satu pasangan calon. Saat ini proses pemeriksaan perkara sudah di kepolisian.

Ketiga, pemenuhan hak kelompok rentan masih bermasalah, terutama bagi tahanan, warga binaan yang berada di rutan atau lapas, dan pasien di rumah sakit serta penyandang disabilitas.

Keempat, adanya potensi kehilangan hak untuk memilih bagi para pekerja yang berada di perkebunan, misalnya di Sumatera Utara dan Kalimantan Barat.

Alasannya, para perusahaan tempat para pekerja tersebut, pada praktiknya sering tidak memberikan hari libur pada saat pemungutan suara pilkada.

Kompas TV Dua orang kepala desa dihukum penjara karena dinilai menguntungnkan salah satu kontestan Pilkada.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com