Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

20 Tahun Reformasi, Wasekjen Demokrat Sorot "Presidential Threshold"

Kompas.com - 05/05/2018, 21:30 WIB
Moh Nadlir,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Didi Irawadi Syamsuddin mengatakan, menjelang 20 tahun reformasi yang jatuh pada 21 Mei 2018, kondisi demokrasi Indonesia sedang terganggu.

Terganggunya demokrasi itu lantaran tingginya presidential threshold 20 persen kursi DPR (112 kursi) atau 25 persen perolehan suara nasional pada pemilu sebelumnya, sebagai syarat utama untuk mengusung pasangan calon presiden-calon wakil presiden pada Pemilihan Presiden 2019.

"Sedih ya 20 tahun reformasi, mencapai situasi ini tidak mudah. Harusnya demokrasi lebih maju, tapi malah demokrasi terganggu, karena dipaksakannya PT 20 persen," kata Didi di Menteng, Jakarta, Sabtu (5/5/2018).

Akibat presidential threshold 20 persen tersebut, kata Didi, Pilpres 2019 kemungkinan besar akan hanya diikuti oleh dua pasangan calon presiden dan wakil presiden saja.

Padahal, saat ini banyak partai politik baru peserta Pemilu 2019.

"Akhirnya hanya ada dua poros kekuatan. Sementara di negeri ini ada banyak parpol baru, sosok muda, tapi peluangnya makin kecil. Kita jangan main-main dengan demokrasi," ucap Didi.

Baca juga: "Presidential Threshold" 20 Persen Dinilai Batasi Munculnya Capres Alternatif

Menurut Didi, ketika negara lain sudah berpikir maju ke depan, membuat berbagai macam inovasi dan teknologi. Indonesia, justru masih ada di posisi memperbaiki sistem demokrasi, sistem pemerintahan.

"Energi kita habis di urusan pembenahan demokrasi," kata Didi.

Sejauh ini, baru ada dua nama paling kuat yang besar kemungkinan akan berduel pada pilpres mendatang.

Pertama, Presiden Joko Widodo yang didukung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai Nasdem, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Hanura dan Partai Kebangkitan Bangsa.

Kedua, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang didukung Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera.

Sedangkan, Partai Amanat Nasional belum menentukan pilihannya kepada siapa meski tergabung dalam koalisi partai pendukung pemerintah saat ini.

Terakhir, Partai Demokrat, partai pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono tersebut masih bersikukuh membentuk poros baru atau poros ketiga dengan melobi PKB dan PAN untuk bergabung.

Pendaftaran calon presiden dan wakil presiden untuk Pilpres 2019 baru akan dibuka pada 4-10 Agustus 2018.

Kompas TV Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa siapapun yang akan maju dalam Pemilu Presiden 2019 nanti, harus didukung oleh partai.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com