JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Komisi II DPR dari fraksi Partai Gerindra Ahmad Riza Patria menilai putusan Mahkamah Konstitusi soal ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold justru akan membatasi munculnya calon alternatif dalam Pemilu Presiden 2019.
Menurut Riza, dengan ketentuan presidential threshold sebesar 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional pada pemilu 2014 lalu, diprediksi hanya ada dua pasangan calon yang muncul.
"Ini menurut saya melanggar HAM kenapa karena tidak memberikan keadilan kemudian mematikan demokrasi. Masyarakat tidak punya pilihan lain," ujar Riza saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (12/1/2018).
"Kami ingin kita juga mengkritisi partai agar menyiapkan kader tampil di pilkada, di pileg, di pilpres, tapi regulasi yang ada justru menghalangi, justru membatasi," ucapnya.
Baca juga: "Presidential Threshold" 20 Persen, Hanura Sebut Akan Ada KMP vs KIH Jilid Dua
Riza menjelaskan, dengan ketentuan presidential threshold 20 persen, poros koalisi bergantung pada PDI-P, Golkar, dan Gerindra.
PDI-P dan Golkar yang tergabung dalam koalisi parpol pendukung pemerintah diperkirakan akan mencalonkan Joko Widodo.
Sementara Gerindra memastikan akan tetap mengusung sang ketua umum, Prabowo Subianto.
Baca juga: Melihat Peta Politik Pilpres 2019 Pascaputusan MK soal "Presidential Threshold"
Jika dilihat dari peta koalisi, bisa dilihat dari komposisi parpol pendukung pemerintah dan oposisi.
Parpol pendukung pemerintah, yakni PDI-P, Golkar, Nasdem, PKB, PPP, Hanura, dan PAN, mencapai 68,9 persen. Sementara gabungan parpol oposisi adalah Partai Gerindra dan PKS.
"Kemungkinan ketiga Golkar keluar dari koalisi Pak Jokowi di Pilpres, tapi faktanya tidak mungkin, hampir tidak mungkin," kata Riza.
"Bayangkan kalau 20 persen dilihat komposisi jumlah suara kursi yang ada itu hampir pasti hanya dua pasangan calon," tambahnya.