Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal JK Jadi Cawapres Jokowi, PDI-P Tunggu Putusan MK

Kompas.com - 04/05/2018, 17:46 WIB
Yoga Sukmana,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto menuturkan, Wakil Presiden Jusuf Kalla merupakan sosok negarawan yang sudah memiliki kecocokan dengan Presiden Joko Widodo.  

Namun untuk memastikan bisa atau tidaknya Kalla kembali dimajukan menjadi cawapres pendamping Jokowi pada Pilpres 2019, PDI-P menyerahkannya kepada MK.

"Kami serahkanlah ke MK," ujar Hasto di Jakarta, Jumat (4/5/2018).

Seperti diketahui, Pasal 7 Undang-Undang Dasar 1945 mengatur bahwa Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.

Baca juga : MK Segera Tindaklanjuti Gugatan Warga yang Ingin JK Bisa Maju Cawapres Lagi

Sementara Kalla sudah dua kali menjadi Wakil Presiden yakni pada periode 2004-2009 dan 2014-2019.

Aturan yang menghalangi JK untuk maju lagi sebagai cawapres juga terdapat dalam Pasal 16 huruf dan huruf 227 huruf I UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Pasal tersebut memberikan syarat bagi Presiden dan Wakil Presiden untuk maju di Pilpres, yaitu: belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan yang sama.

Saat ini, sekelompok warga yang mengaku sebagai penggemar Kalla telah malayangkan gugatan uji meteriil Pasal 16 huruf dan huruf 227 huruf I UU Pemilu ke MK.

Meskipun nantinya Kalla tak bisa maju lagi sebagai cawapres, Hasto memastikan PDI-P tetap akan mendengarkan masukan dari JK tentang calon pendamping Jokowi di Pilpres 2019.

Sebelumnya, Kalla mengucapkan terima kasih kepada masyarakat yang masih menempatkannya sebagai cawapres dengan elektabilitas tertinggi jika kembali berpasangan dengan Joko Widodo pada Pilpres 2019.

Baca juga : Survei Kompas: JK dan Prabowo Teratas Jadi Cawapres Jokowi

Dalam Survei Litbang Kompas, Jusuf Kalla paling banyak dipilih responden untuk kembali maju di Pilpres 2019 mendampingi Presiden Joko Widodo. Ia dipilih 15,7 persen responden.

Setelah Kalla, ada nama Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dengan 8,8 persen.

"Ha-ha-ha.. Saya berterima kasih atas polling itu yang memberikan penilaian yang baik bagi kita semua yang bekerja di pemerintahan," ujar Kalla, di Kantor Wakil Presiden, Selasa (24/4/2018).

Saat ditanya apakah hasil survei itu akan dijadikan acuan untuk maju lagi mendampingi Jokowi, dengan tegas Kalla menyatakan, "Tidak".

"Seperti saya katakan, saya sendiri tentu ingin istirahat dan apalagi masalah konstitusi sudah menetapkan seperti itu maksimal dua kali," kata dia.

Kompas TV Fadli menilai, Jusuf Kalla tidak perlu lagi bertarung di Pilpres 2019, karena menurut Fadli, JK sudah mengisyaratkan tak ingin maju lagi di arena pilpres.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com